KedaiPena.Com – Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan bahwa di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia sebenarnya telah berhasil untuk mengurangi porsi hutang luar negeri. Namun, pasca kepimpinan diambil alih Presiden Jokowi Indonesia kembali mengandalkan utang dalam negeri dalam bentuk surat utang negara (SUN).
“Berbeda dengan utang luar negeri yang alokasinya jelas, serta pos anggarannya jelas, maka mekanisme utang melalui penerbitan SUN ini agak sulit dikontrol, karena tidak bisa diidentifikasi penggunaannya,” jelas Fadli di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/1/2018).
“Karena hasil penjualan SUN diperlakukan sama dengan hasil penerimaan pajak, maka kita tidak pernah tahu sebenarnya duit SUN itu diperuntukkan bagi pos apa saja,” sambung Fadli geram.
Terlebih lagi saat ini, kata Fadli, pemerintah kemudian cenderung menerapkan strategi ‘front loading’ dalam berutang, alias berutang banyak lebih dulu meskipun kebutuhannya belum didefinisikan.
Cara ini, ujar Fadli, dianggap pemerintah lebih murah untuk mendapatkan ‘cash flow’. Namun, resikonya pertumbuhan jumlah utang kita jadi mengalami akselerasi.
“Ke depan, kita harus mengontrol perilaku pemerintah dalam berutang ini. Itu sebabnya saya sering mengatakan hanya program yang berimplikasi langsung terhadap kesejahteraan rakyat saja yang mestinya jadi prioritas pemerintah,” imbuh Fadli.
Selain itu, Fadli juga meminta, anggaran infrastruktur yang tidak perlu sebaiknya segera direvisi. Jangan sampai anggaran publik kita ke depannya digerogoti untuk membayar utang, bukannya untuk meningkatkan ekonomi rakyat,” beber Fadli.
Tidak hanya itu, lanjut Fadli, pembangunan yang bergantung hutang tentu tak sesuai dengan semangat Trisakti. Salah satu doktrin Trisakti Bung Karno yang selalu dikutip pemerintah adalah berdikari secara ekonomi.
“Bagaimana mandiri secara ekonomi bisa tercapai kalau utang membuat kita makin bergantung dan terjerat. Utang luar negeri bisa juga dilihat sebagai bahaya imperialisme,” pungkas Politisi Gerindra ini.
Laporan: Muhammad Hafidh