KedaiPena.Com – Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan dugaan soal adanya campur tangan pihak asing atau luar negeri yang ikut memanasi kondisi di tanah Cendrawasih agar terus terjadinya konflik berkepanjangan di sana.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta agar pemerintah tidak asal menuduh campur tangan asing sebagai kambing hitam kerusuhan yang terjadi di Papua.
“Kalau kita mengidentifikasi adanya aktivitas intelijen asing di salah satu bagian dari negara kita, maka itu tidak bisa menjadi kambing hitam. Karena, seharusnya semua itu sudah diantisipasi dan sudah menjadi bagian dari tugas operasi intelijen dan pejabat keamanan dan pertahanan negara agar kegiatan itu dilakukan kontra intelijen,” kata Fahri melalui pesan singkatnya, di Jakarta, Senin (2/9/2019).
“Sehingga, keberadaan mereka tidak menjadi bagian dari yang merusak keamanan dan kondisivitas negara kita,” tambahnya.
Ia pun mengingatkan agar semua pemangku kepentingan untuk tidak terus-menerus menjadikan isu adanya campur tangan asing, sebagai alasan dalam penanganan kerusuhan di Papua.
“Saya mohon pihak lain itu jangan dijadikan terus-menerus sebagai pelempar isu sebenarnya, ambil gambar besarnya, ambil kesimpulan yang jujur melalui tahapan-tahapan yang sudah saya usulkan agar pemerintah betul-betul mau mendengar aspirasi dari masyarakat Papua dan berbicara dari hati ke hati,” ujar dia.
Fahri berpandangan masyarakat Papua saat ini lebih cenderung memerlukan percakapan dan jalan pikiran daripada pembangunan jalan-jalan fisiknya, yang justru tidak dilalui masyarakat, seperti halnya jalan tol.
“Tetapi semua punya pikiran, karena itu semua ingin bercakap dan ingin agar masalah Papua ini selesai sekali untuk selamanya,” terang dia.
Masih dikatakan Fahri, selama 21 tahun reformasi seharusnya pendekatan dalam penanganan permasalahan Papua pun juga harus mengalami perubahan secara signifikan.
“Seharusnya pendekatan kita kepada Papua itu juga mengalami perubahan dari pendekatan keamanan menuju pendekatan kemanusiaan yang basisnya adalah asimilasi menyeluruh dan total. Dari mulai cara kita berpikir, cara kita berbicara, cara kita membangun relasi sosial, dan khususnya bagi negara, cara negara yang menegakkan kebijakan bagi masyarakat Papua,” papar salah satu insiator Garbi itu.
Di sisi lain, Fahri juga mengingatkan, jangan dalam penanganan permasalahan di Papua dengan pendekatan secara kekayaan sumber daya alam (SDA)-nya saja, yang kemudian diperhitungkan untuk dijadikan sebuah alasan pembenaran.
“Seharusnya negara tidak perlu perhitungan dengan mengganggap itu sebagai alasannya, tetapi integrasi, karena mandat dari para pendiri bangsa kita untuk mengintegrasikan wilayah paling timur Indonesia itu kepada NKRI,” pungkasnya.
Diseret ke Pengadilan
Berbeda dengan Fahri, Ketua Komisi I DPR RI, Dr Abdul Kharis Almasyhari meminta agar semua pelaku, dalang dan aktor intelektual baik di dalam maupun di luar negeri harus bertanggung jawab dan diseret ke pengadilan.
“Hal ini sebagai bentuk keadilan masyarakat Papua dan penegakan hukum diseluruh tanah air Republik Indonesia,” tegas Abdul Kharis terpisah.
Abdul Kharis memastikan Komisi I DPR akan bicara dan mempertanyakan dengan mitra Komisi I DPR RI terkait Papua dan semua hal yang menjadi perhatian publik.
“Sesuai dengan tanggung jawab kementerian dan lembaga terkait. Insya Allah hari Kamis kami akan bahas bersama Menhan, Menlu, Menkominfo dan Kepala BIN sebagai mitra Komisi I DPR RI bagaimana solusi permasalahan Papua dan penyelesaiannya,” tegas Abdul Kharis.
Intervensi Asing
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku hasil intelijen menunjukkan ada keterlibatan pihak asing dalam serangkaian peristiwa kerusuhan di Papua.
Tito menegaskan saat ini Polri berkoordinasi dengan para stakeholder, khususnya Kementerian Luar Negeri (Kemlu), untuk menyikapi keterlibatan pihak asing tersebut.
“Ada, ada (keterlibatan pihak asing). Kita tahulah kelompok-kelompok ini ada hubungannya dengan network di internasional. Jadi kita harus menanganinya memang di dalam negeri maupun di luar negeri. Kerja sama kita dengan Ibu Menlu dan jaringan intelijen,” kata Tito.
Laporan: Muhammad Hafidh