KedaiPena.Com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan pencabutan ribuan izin-izin pertambangan, kehutanan, dan penggunaan lahan negara yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan.
Di sektor kehutanan ada 192 izin mencakup area 3.126.439 hektare dicabut atau setara dengan 43 kali luas negara Singapura. Area izin terbesar yang dicabut berada di wilayah Papua dan Papua Barat, dengan luasan mencapai satu juta hektare.
”Hampir seluruh izin-izin di tanah Papua ini dulunya diterbitkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sekarang dicabut di era Presiden Joko Widodo. Pemberian izin ini sebagian besar untuk konsesi sawit, dan dampak pemberian izin secara jor-joran di masa lalu masih dirasakan sampai hari ini. Setelah pencabutan izin, pemerintahan Jokowi harus memikirkan tindaklanjut akses legal masyarakat lokal, bukan lagi korporasi atau para cukong,” ungkap Direktur Paradigma, Riko Kurniawan dalam rilisnya pada media, Sabtu (8/1/2022).
Pencabutan 192 izin sektor kehutanan yang diumumkan Presiden Jokowi menjadi tahap kedua, setelah pada periode September 2015-Juni 2021, sudah ada 106 izin atau area seluas 812 ribu hektare dicabut. Sehingga total izin sawit dan kehutanan yang dicabut mencapai hampir 4 juta hektare atau sekitar 54 kali luasan Singapura.
”Ini langkah berani dan tegas karena mencakup area yang sangat luas. Keputusan ini sudah lama ditunggu karena tidak hanya merugikan lingkungan, tapi juga menutup ruang hidup masyarakat sekitar hutan sehingga mereka hidup dalam kemiskinan dan penindasan. Pencabutan izin membuktikan negara masih hadir di tengah ketimpangan akses masyarakat terhadap sumber daya alam,” ungkap Riko.
Pencabutan izin diharapkan dapat memulihkan hutan Papua yang rusak. Meski secara umum sebenarnya saat ini luas hutan di Pulau Papua berdasarkan hasil interpretasi data penutupan lahan dengan citra Landsat (tahun 2020) adalah 34.364.000 ha (84%), sedangkan luas tutupan non hutan (areal yang tidak berhutan) adalah 6.338.000 ha (16%).
”Artinya Papua sebenarnya masih memiliki hutan yang luas, bahkan luas hutan di Papua lebih dari sepertiga luas hutan di Indonesia. Meski dalam 5 tahun terakhir (2015-2020) menunjukkan tidak terjadi penurunan luas hutan secara signifikan di Papua, namun mengingat Papua masih dalam tahap pembangunan, maka pemerintah harus menjamin bahwa kebijakan pembangunan di Papua tetap harus bisa menjaga laju deforestasi di angka paling terendah,” kata Riko.
Termasuk penggunaan kawasan hutan untuk sektor pertambangan yang telah dibatasi dengan kuota dan batasan luas tertentu. Saat ini hanya ada tiga izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan operasi produksi pertambangan di Papua dengan luas hanya 4.797,28 Ha atau hanya 0,0096 % dari luas kawasan hutan di Papua.
Untuk itu ia mengingatkan perihal kewajiban hukum yang mengikat pemilik konsesi meski lahannya telah dicabut. ”Mereka yang terbukti tidak memanfaatkan lahannya dengan baik dan melanggar aturan, wajib diberi sanksi hukum secara pidana maupun perdata, dan harus ada target pemulihan lingkungan, serta distribusi akses legal masyarakat secara terukur,” tambah Riko.
Sementara terkait pencabutan izin konsesi sawit telah mencakup area seluas 1,7 juta hektare. Dimana 1,4 juta diantaranya berada di Provinsi Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Tengah. Kebijakan moratorium sawit dalam tiga tahun terakhir memiliki andil mengevaluasi izin yang diterbitkan.
”Sebagaimana janji pemerintah, bahwa setelah izin ini dicabut maka ke depan akan diberikan kepada kelompok rakyat dengan skema Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria. Pada beberapa lokasi, tentu diperlukan investor hijau yang tidak lagi berorientasi merusak hutan, tapi bersinergi dan berkolaborasi dengan rakyat sekitar hutan. Prinsip hutan lestari, rakyat sejahtera yang digaungkan pemerintah ini wajib dikawal bersama implementasinya,” tegas Riko.
Pencabutan izin sektor kehutanan juga menyasar 38 izin konsesi penebangan dan kayu pulp. Luasannya mencakup area 1,32 juta hektar atau lebih dari 18 kali luas Singapura. Sebagian besar berada di Provinsi Aceh, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua. Nantinya dari areal HPH dan HTI yang dicabut ini, akan didistribusikan kepada masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria.
Sedangkan untuk dua ribu lebih izin pertambangan yang dicabut, antara KLHK dan Kementerian ESDM harus dapat memastikan langkah penegakan hukum, dan pemulihan lingkungan.
”Masih ada sekitar 1,37 juta ha lagi yang sedang dievaluasi oleh KLHK. Artinya ke depan masih ada ancaman sanksi pencabutan izin yang harus terus dikawal bersama. Pemerintah harus aktif melibatkan para stakeholders di daerah, NGO, Pers, Akademisi, dan semua pihak untuk upaya penyelamatan hutan Indonesia. Keterbukaan informasi dan kerja kolaborasi KLHK, menjadi kunci penting dari koreksi kebijakan yang sedang berjalan,” tutup Riko.
Laporan: Sulistyawan