KedaiPena.Com- Proyek Strategis Nasional (PSN) Pembangunan Kawasan Rempang Eco-City di Batam, Kepulauan Riau, mendapatkan sorotan tajam masysrakat pasca tindakan represifitas keamanan gabungan, yang terdiri dari TNI Angkatan Laut (AL) dan Kepolisian. Tindakan represifitas keamanan gabungan yang dilakukan TNI AL dan Kepolisian ini menggusur 16 Kampung Melayu Tua, yang telah eksis sejak tahun 1834 silam.
Aparat keamanan juga memicu bentrokan dengan memaksa masuk untuk melakukan pemasangan Patok Tata Batas dan Cipta Kondisi. Akibatnya, bentrokan pun tak terhindarkan, sehingga mengakibatkan 6 orang warga ditangkap, puluhan orang luka, beberapa anak mengalami trauma, dan satu anak mengalami luka akibat gas air mata.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI Said Iqbal, amat menyesalkan apa yang sudah terjadi. Sebab, tak ada tindakan yang bisa dibenarkan dengan menggunakan kekerasan.
“Hindari kekerasan dan bangun dialog. Apabila dialog bisa diutamakan, saya yakin tidak akan terjadi kericuhan, yang lagi-lagi korbannya masyarakat kecil,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Sabtu,(9/9/2023).
Sementara itu, tegas dia, penolakan yang dilakukan oleh Warga Rempang sendiri merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan hak dasar hidupnya. Ia menejaskana, dengan mempertahankan kampung halaman yang sudah ada sejak ratusan tahun silam dan menjadi warisan dari para nenek moyang mereka.
“Apa yang menjadi hak rakyat tidak boleh dirampas atas nama pembangunan Kawasan Industri Baru Rempang di Batam. Apalagi, dengan adanya pembangunan kawasan tersebut, ujung-ujungnya hanya akan melahirkan persoalan klasik bagi buruh, seperti upah murah, penggunaan outsourcing, dan TKA,” tegas Said Iqbal.
Said Iqbal menuturkan, bahwa pihaknya tidak hanya menyesalkan kejadian tersebut. Tetapi Partai Buruh juga turun langsung melakukan advokasi terhadap masyarakat yang menjadi korban di Rempang, Batam.
“Hari Senin kami menurunkan tim advokasi dari Jakarta ke Batam untuk membantu rakyat Rempang Batam,” pungkas Said Iqbal.
Laporan: Muhammad Rafik