Artikel ini ditulis oleh Tulus Sugiharto, Pengamat Politik.
Salah satu indikator dari demokrasi adalah bebasnya media massa atau pers dan pekerja jurnalistik untuk memberitakan sesuatu. Tapi bukan sekedar memberitakan 5 W + 1 H atau What, Where, When, Who, Why dan How, tapi apakah peristiwa yang diberitakan memiliki nilai bagi masyarakat? Sehingga masyarakat akan tersadarkan dan berkomentar W ke 6 seperti wah gitu ya? widih bisa begitu ya?, wow mantap, weleh weleh dan seterusnya. Kemampuan jurnalis untuk membongkar, apalagi melalui investigasi, sesuatu itulah yang menunjukan media tersebut kredibel atau tidak.
Seorang jurnalis bisa membongkar sesuatu jika dekat dengan sumber yang akan diberitakannya. Tapi itupun dengan sejumlah catatan. Kata Bob Woodward, wartawan yang membongkar skandal Watergate hingga Presiden Nixon mengundurkan diri, mengungkapkan selain kredibilitas si wartawan, investigasi membutuhkan dana besar, dukungan dari pemimpin redaksi atau kantor media tempat dia bekerja dan terakhir adalah keberuntungan.
Dalam kasus Watergate, ketika itu Woodward mendapatkan dukungan dari tempatnya bekerja di New York Times bahkan mendapatkan data-data intelijen. Lama tidak diungkapkan darimana mereka mendapatkan data-data ini? Saat itu informasi soal Watergate didapat dari seseorang dengan nama samaran Deep Throat. Nama itu sepertinya terjawab baru terjawab dalam film Mark Felt, dimana data Deep Throat diduga keras adalah Mark Felt, orang yang diduga akan mengganti Edgar J Hoover pendiri FBI. Tapi saat Nixon menjabat Presiden ia tidak mengangkat Felt dan malah mengangkat orang dekatnya Patrick L Grey sebagai direktur FBI. Akhirnya Nixon jatuh.
Jadi media memerlukan informasi yang akurat, dalam, memiliki daya bongkar yang tinggi dari sebuah sumber yang benar-benar kredibel. Media / pers / jurnalis harus satu paket sebagai kelompok penekan yang pro kepada kepentingan masyarakat, sebab jika masyarakat puas maka media itupun akan mendapatkan return yang positif baik dari segi image dan iklan.
Memang sekarang media mainstream berbasis elektronik dan satelit seperti Emtek Group, MNC Group, Metro TV One, Kompas TV dll kini mendapatkan tantangan hebat dari media baru yang berbasis internet. Media baru terutama di media sosial memiliki agenda sendiri, meliput sendiri, mengedit dan mempublish sendiri. Soal kredibilitas, mau media mainstream ataupun new media memang tetap menjadi terdepan, sebab content itu haruslah berbasis pada kebenaran.
Memang tidak mudah mencari narasumber yang kredibel, mau bicara tentang kepentingan rakyat, menjadi sumber yang memberikan evaluasi pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggapnya tidak tepat, apalagi jika keadaan memang tidak baik-baik saja.
Narasumber ini harus berani dan memiliki data yang benar dan memiliki solusi yang out of the box, sebab itulah yang akan mendorong sebuah perubahan besar akan terjadi.
Bung Rizal Ramli, tentu masuk sebagai narasumber dengan kriteria di atas, Bung RR pun bukan Deep Throat yang memberikan data-data secara sembunyi-sembunyi, ia Deep Throat versi milenial dan Gen Z, The Voice of the People yang akan bicara dan memberikan data dengan berani, benar, terbuka dan memberi solusi out of the box.
[***]