Artikel ini ditulis oleh Tulus Sugiharto, Pemerhati Sosial.
PAGI hari, sebuah pesan Whatsapp muncul dari bung Rizal Ramli atau biasa disapa RR ini menjawab pesan kemarin, apakah bung memiliki waktu, agar saya mendapat insight soal masalah pajak yang lagi ramai belakangan ini.
Bung minta datang siang hari untuk makan siang sederhana ala rumahan. Benar saja, menunya ayam goreng, tempe dan sayur asem.
Makanannya enak, tempenya gurih, tidak tawar jadi enak. Tiba-tiba bung RR bilang, eh makanan, garam dan pajak ada hubungannya lho.
Ini cerita di India 93 tahun lalu tepatnya, 12 Maret 1930. Tokoh kemerdekaan India, Mahatma Gandhi melakukan salt march atau pawai garam sebagai protes pada Kerajaan Inggris yang menaikan pajak garam dengan sangat tinggi.
Aksi tanpa kekerasan ini dimulai dari sebuah desa pesisir Dandi di negara bagian Gujarat. Gandhi berjalan selama 24 hari, sejauh 390 kilometer mengelilingi pesisir pantai dengan mengajak rakyat memproduksi garam sendiri tanpa perlu membeli dari pemerintah Inggris. Hal mendapat dukungan dari jutaan orang dan bahkan ikut berjalan bersamanya.
Pemerintah Inggris kesal dan kemudian menahan Gandhi, tapi salt march tercatat sebagai bagian penting dari kemerdekaan India. Di Era Kolonial Belanda, pucuk pimpinan Sarekat Islam (SI) HOS Tjokroaminoto juga berjuang untuk petani garam.
Guru politik Bung Karno ini datang ke Duko, Sumenep, Madura, 15 Desember 1916 dan bersama ketua SI Sampang, Haji Syadzili memobilisasi dan mengonsolidasikan para petani untuk memperjuangan harga jual garam ke pemerintah Belanda.
Kembali ke soal pajak. Semua negara di dunia ini memang menerapkan pajak penghasilan (PPh) pada warganya. Di dunia ini tercatat hanya ada 5 negara, Monaco, Kepulauan Bahama, Andorra, Bermuda dan UEA, yang tidak mengenakan PPh pada rakyatnya.
Jadi pajak umum dipungut, tapi setelah dipungut, tentu harus dikembalikan pada kemakmuran rakyat dan bukan diambil untuk memperkaya seseorang atau kelompok tertentu. Bung RR banyak komentar ihwal pajak ini, bahkan sebelum kasus Mario Dandy, meledak 20 Februari lalu.
Bung RR tentu punya banyak kiat pajak berkeadilan bagi rakyat jika nanti menjadi pemimpin di Indonesia. Pajak itu sebenarnya ibarat garam, boleh, tapi jangan berlebihan.
Pajak setelah didapat, jangan membuat petugasnya hidup berlebihan. Jangan seperti kelebihan konsumsi garam, bisa sakit jantung bahkan stroke. Enggak sehat itu.
[***]