PROFESI pengemudi ojek online (ojol) atau daring bukanlah satu-satunya profesi pengemudi angkutan umum yang mengalami penurunan pendapatan di masa pandemi Covid-19.
Namun, perhatian pemerintah dan BUMN cukup berlebihan terhadap pengemudi ojek daring. Padahal, dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ojek bukan termasuk angkutan umum.
Seyogyanya pemerintah dan BUMN dapat bertindak adil terhadap seluruh profesi pengemudi angkutan umum.
Di masa terjadinya wabah Covid-19 ini nyaris semua sendi kehidupan tak terkecuali bidang ekonomi terkena imbasnya tak terkecuali pada sektor transportasi.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi video, Selasa (14/4/2020), mengatakan risiko resesi ekonomi dunia terutama terjadi pada kuartal II dan kuartal III 2020, sesuai dengan pola pandemi Covid-19, dan diperkirakan akan kembali membaik mulai Triwulan-IV 2020.
Bagaimana dampak nyata wabah Covid-19 tersebut kepada sektor transportasi dan bagaimana pemerintah Indonesia menyikapinya?
Sebagaimana banyak diberitakan di media pada hari Selasa, 14 April 2020, bahwa BUMN terbesar negeri ini, yaitu PT Pertamina, mengeluarkan kebijakan yang begitu istimewa.
Kebijakan itu ditujukan kepada para pelaku angkutan berbasis daring khususnya ojek online (ojol) berupa pemberian cash back sebesar 50 persen untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.
Seyogyanya pemerintah, sekalipun melalui BUMN, dalam mengambil kebijakan sektor transportasi harus berlaku adil, tidak memihak hanya kepada kelompok tertentu.
Karena hal itu sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan pada pengusaha jasa angkutan lainnya, seperti misalnya angkutan kota (angkot), taksi, ataupun bus-bus angkutan antar kota dalam Provinsi (AKDP) maupun angkutan antar kota antar Provinsi (AKAP), bus pariwisata, angkutan antar jemput antar provinsi (AJAP) atau travel, bajaj, becak motor, bentor (becak nempel motor), ojek pangkalan (opang) dan sudah pasti juga para pelaku usaha jasa angkutan barang/logistik.
Jika ditarik ke belakang kita tahu bahwa di balik operasional ojek daring ada perusahaan aplikasi yang sudah menyandang status sebagai perusahaan startup unicorn dengan value triliunan rupiah. Di Indonesia sendiri terdapat empat perusahaan startup unicorn.
Mereka adalah Gojek dengan valuasi sebesar 9,5 miliar dolar AS, Tokopedia 7 miliar dolar, Traveloka 4,1 miliar dolar, dan Bukalapak 1 miliar dolar.
Akan tetapi mengapa para pengemudi ojek daring, yang notabene sebagai “mitra” kurang diperhatikan oleh pemilik aplikator tersebut. Dan bahkan kemudian Pemerintah memberikan sesuatu yang istimewa kepada mereka.
Perusahaan-perusahaan besar bidang jasa angkutan jalan, sebagaimana pernah diungkapkan oleh Sekjen Organda Ateng Aryono, pada suatu kesempatan, saat ini air mata pun sudah kering. Nah, kondisi ini yang juga harus mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah.
Angkutan yang lain juga perlu diperhatikan menurut data dari Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, terdapat 3.650 perusahaan bus/angkutan di tahun 2019.
Jumlah perusahaan bus/angkutan itu merupakan gabungan dari 6 jenis layanan, yaitu bus antar kota antar provinsi (AKAP); mobil antar jemput antar propinsi (AJAP); bus pariwisata; angkutan sewa; angkutan alat berat; dan angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3).
Itu belum termasuk bus-bus angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan pedesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), bajaj, becak, becak motor, becak nempel motor (bentor) yang datanya ada di Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota.
Perhatian apa yang sudah diberikan oleh pemerintah maupun BUMN terhadap angkutan umum itu?
Angkutan roda tiga seperti bajaj sebagai salah satu moda angkutan umum beroperasi di Jakarta sudah tidak diperhatikan keberadaannya. Sudah wilayah operasinya dibatasi, tambah semakin terpuruk di saat ojek daring muncul dengan wilayah operasi tanpa batas. Angkutan bajaj dibiarkan beroperasi tapa perlindungan, meski sebagai angkutan umum yang legal.
Pengemudi ojek daring masih punya peluang mendapatkan penghasilan dengan membawa barang. Sementara pengemudi angkutan umum lainnya tertutup peluang itu. Karena mobilitas orang berkurang dan moda yang digunakan dibatasi jumlah penumpangnya.
Kementerian Pertanian juga menggandeng perusahaan aplikator transportasi daring untuk pembelian sembako via daring. Di samping itu, perusahaan transportasi daring dapat banyak sekali funding, Beda halnya dengan perusahaan-perusahaan transportasi lainnya harus berupaya mandiri.
Perlu diketahui publik, bahwa dengan kondisi sekarang ini perusahaan transportasi, seperti perusahaan taksi, bus dan truk melakukan gerakan bantuan sosial tidak hanya pada pegawainya (pengemudi, knek, teknisi, adminitrasi) namun juga ke masyarakat yang membutuhkan. Padahal perusahaan transportasi itu keuntungan lebih kecil dibanding perusahaan transportasi daring.
Dan hubungan kerja perusahaan angkutan dengan awak angkutannya juga bermitra. Tidak bekerja tidak mendapatkan penghasilan. Sementara, program perusahaan transportasi daring tidak mengena sasaran langsung mitranya, apalagi untuk memikirkan masyarakat yang lain, masih jauh dari harapan.
Jika pemerintah dan BUMN mau adil, tidak hanya pengemudi ojek daring yang mendapatkan cash back untuk pembelian BBM atau bentuk bantuan lainnya, akan tetapi diberikan pula bantuan pada seluruh pengemudi transportasi umum yang lainnya.
Ketidakadilan ini harus segera diakhiri, supaya ketegangan di kalangan masyarakat bisa mereda. Negara ini sedang dirundung duka janganlah lagi ditambah masalah akibat ketidakadilan itu.
Oleh Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata