MENYIKAPI situasi tembak menembak antara Tentara Pembebasan Nasional ( TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Polri terus terjadi dan menewaskan rakyat sipil. Kasus terbaru di Ilaga, 18 September 2019.
Perlu diadakan genjatan senjata dan memberi ruang dialog untuk penyelesaian konflik yang terjadi. Kedua belah pihak tidak boleh alergi dengan kata dialog.
Baik itu TPN OPM juga TNI Polri harus kedepankan dulu komunikasi. Negara harus buka ruang demokrasi bagi rakyat papua, dan hentikan penangkapan, pembubaran aksi dan bentuk-bentuk lain yang dilakukan yang dapat merugikan negara dimata internasional.
Jika kita mau jaga NKRI di Bumi Papua maka pendekatan keamanan (militeristik) harus dihentikan. Kedua belah pihak segera buat genjatan senjata, dan segera buka ruang komunikasi mencari solusi.
Hari ini apa yang terjadi di Papua sekejap dunia melihatnya, sehingga jika Presiden, Mengkopolhukam, Panglima TNI, Kapolri sayang negara ini, maka hentikan semua pendekatan lama dan segera bangun komunikasi dengan pihak-pihak yang dianggap berseberangan di Papua.
Eskalasi politik di akhir tahun hingga tahun 2021 akan meningkat di Bumi Papua, jika hari ini pemerintah tidak bisa membuka diri malah yang ada saling tuduh menuduh. Jakarta menuduh ULMWP sebaliknya ULMWP tuduh jakarta. Yang akan mengambil untung disini adalah kelompok pro Papua Merdeka.
Mempertahankan Indonesia di Bumi Papua itu tidak diukur dari kekuatan militer kita yang banyak, alutsista kita yang hebat, jumlah rakyat yang banyak, semua itu tidak ada artinya jika pendekatan kita itu masih saja membuka ruang bagi kampanye internasional kalau Indonesia itu bengis, kejam.
Kasus terbaru di Timika pembubaran paksa acara syukuran oleh Kapolres Timika sangat disayangkan, kalau masih saja seperti ini sama saja kita menggugurkan Pancasila dan UUD 1945.
Sehingga mari kita ubah pola dengan pendekatan kemanusiaan dan segera berdialog. Sehingga tahapannya buat dulu genjatan senjata dan buka dialog.
Oleh Sambena Inggeruhi, Tokoh Pemuda Nabire