KedaiPena.Com – Budayawan Radhar Panca Dahana menilai peringatan Sumpah Pemuda selama bertahun-tahun lebih menonjol seremonial, tanpa gerakan substantif membela negara. Aktivitas tersebut berbeda dengan semangat pemuda pada prakemerdekaan.
“Jika mencermati para pemuda pada era tahun 1920-an, para pemuda dari berbagai daerah menyatakan visi dan sikap yang sama untuk membentuk negara merdeka bernama Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Selasa (31/10).
Para pemuda dari berbagai kelompok bersatu dan menyapakati Sumpah Pemuda terdiri dari tiga poin, bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu. Berbahasa satu merupakan bentuk pengakuan budaya.
Di tanah air, kata Radhar, banyak sekali bahasa daerah. Namun, Belanda menyusun bahasa melayu tinggi sebagai bahasa Indonesia. “Bahahsa melayu tinggi ini sebenarnya adalah bahasa melayu yang sudah disterilkan oleh ahli bahasa bangsa Belanda, Van Ophuijsen,” bebernya.
Sayangnya, ada generasi hilang dalam perjalanan bangsa, khususnya pada rezim Orde Baru. Soalnya, kreativitas dibatasi. Kini, generasi berikutnya tumbuh, namun tak dijembatani generasi ’60-an, khususnya dalam perkembangan teknologi.
Menurutnya, generasi muda sekarang atau lazim disebut milenial mendapat pendidikan baik, haus terhadap informasi, dan wawasan. Tetapi, lantaran tak mendapat informasi dan wawasan dari orang tuanya, mereka mencari di internet. Akibatnya, mereka mengadopsi informasi dari dunia dunia maya dan pemaknaan terhadap identitas diri dan nasionalisme bergeser.