DI zaman digital, peran media sosial begitu mempesona. Banyak pelayan yang aktif menjadi pembawa berita yang sering disebut broadcaster.
Apapun berita yang ia terima, jika dirasa bagus (menurut dia) segera di-broadcast. Para broadcaster akan merasa puas jika bisa menyebar berita (termasuk gambar dan video). Apalagi berita tersebut mendapat tanggapan, jempol, like serta love.
Ada pembawa berita, ternyata ada juga pelayan yang suka jadi pembaca berita. Pelayan yang suka menirukan konten yang ia terima dari media sosial disebut sebagai pembaca berita.
Perkembangan pelayan yang menjadi pembaca berita semakin hari semakin bertambah. Karena mudahnya dimultiplikasi dan diviralkan. Sebagai contoh, tahun lalu istilah core of the core dari Pak nDul begitu populer. Saat ini refrain cendol dawet lagi viral.
Budaya latah memang lagi berjangkit di masyarakat kita.
Sayangnya budaya pembaca berita ini juga masuk dalam dunia pelayanan. Ketika ada berita, yang dibawa oleh bos baru, langsung ditiru mentah-mentah dan di-floorkan tanpa di-filter.
Bedanya para pembaca berita ini bukanlah sumber asli dari penyedia berita yang dibawa bos baru tersebut. Sehingga sense-nya ngga dapet, apalagi para pembaca berita hanya menyampaikan apa yang tersurat saja.
Dampaknya justru pembaca berita ini mendapat serangan dari audien. Hal ini karena audien tidak mendapatkan message secara komplit. Apalagi audien telah bosan mendengar berita yang berulang-ulang.
Sebagai pelayan apalagi pemimpin pelayan selayaknya kita bijak terhadap berita yang kita terima. Selanjutnya kita sampaikan dengan gaya yang telah disesuaikan dengan kondisi (diri) kita. Sebisa mungkin hindari menjadi pembaca berita (peniru).
Yang terpenting jadilah diri sendiri, bukan jadi peniru orang lain. Selamat menjadi diri sendiri.
Oleh Vice President (VP) Bisnis Inovatif PLN Iman Faskayana