KedaiPena.Com – Pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan desain yang sudah diatur sedemikan rupa oleh Pemerintah maupun oleh anggota DPR.
Pelemahan KPK dilakukan secara sistematis dari berbagai sisi, mulai dari revisi UU KPK hingga mendorong orang-orang ‘bermasalah’ menjadi pimpinan KPK.
Demikian disampaikan Syafril Sjofyan, pemerhati kebijakan publik, aktivis pergerakan 77-78 kepada KedaiPena.Com, Senin (16/9/2019).
“Saya mengikuti perkembangan uji kelayakan dan kepatutan 10 capim KPK sampai pada malam hari. Saya mengamati, sangat kental para angota DPR mengarahkan untuk pemilihan capim satu paket dengan calon yang mendukung revisi, bahkan akan diikat dengan kesepakatan tertulis, artinya lengkap sudah bahwa rencana KPK,” kata dia.
Syafril sendiri pernah mendatangi KPK untuk melaporkan dugaan mafia pangan. Laporan itu diterima oleh deputi dan beberapa staf KPK yang masih muda. Syafril sangat terkesan dengan kinerja mereka. Dugaan dia, para pekerja di KPK cerdas dan punya idealisme tinggi.
Benar saja, setelah pelaporan itu, KPK menetapkan tersangka korupsi pangan. Adalah anggota Komisi VI DPR, Nyoman Dhamantra menjadi tersangka dalam kasus suap kuota impor bawang putih. Selain itu, KPK juga memanggil sejumlah tersangka lain dalam kasus ini, yakni Chandry Suanda, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar.
“Saya yakin ke depan mereka akan semakin tajam dan berintegritas, ketika mereka kompak melakukan aksi menolak revisi UU KPK yang melemahkan dan juga menolak capim yang diragukan integritasnya. Saya semakin yakin bahwa mereka memang sangat peduli terhadap nasib bangsa yang sangat korup, harus dilawan dengan keberanian, dan itu mereka buktikan dengan aksi turun ke jalan bahkan menutup tulisan KPK dengan kain hitam,” lanjutnya.
Sebagai pengamat, Syafril memastikan suasana semangat dan idealisme mereka akan padam jika pemerintah dan DPR RI tetap memaksakan capim yang bermasalah dengan menghadirkan UU yang jelas-jelas jika dibahas satu persatu sangat membuat KPK lumpuh.
“Mengingat hal tersebut, sangat tepat jika sebaiknya KPK dibubarkan saja, karena akan menjadi beban bagi rakyat. Sementara harapan rakyat sangat tinggi terhadap KPK, tak sesuai harapan lagi. KPK sudah tidak berdaya karena kewenangannya sudah dipreteli,” lanjut dia.
“KPK ke depan akan menjadi lembaga legitimasi semata, yang dimanfaatkan untuk pernyataan tidak adanya korupsi di suatu instansi. Sebab KPK sudah berhasil “mencegah” tanpa diketahui apa upaya yang dilakukan untuk mencegah,” ungkap dia.
“Saya sampai pada kesimpulan bahwa DPR dan Pemerintahan Jokowi melakukan “akal-akalan” di balik pengguliran wacana revisi UU KPK yang sebenarnya tidak memiliki urgensi apapun, selain melakukan pelemahan dan pelumpuhan KPK,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi