KedaiPena.Com – Harga bahan bakar minyak (BBM) seharusnya sudah turun, mengikuti turunnya harga minyak dunia. Namun disayangkan, harga BBM di Indonesia belum juga turun.
Praktisi migas, Iwan Ratman mengatakan, harga BBM semestinya turun, karena 80 persen komponennya adalah harga minyak mentah.
“BBM adalah produk dari kilang ‘refinery‘. Di mana umpannya adalah minyak mentah. Hasilnya BBM, bensin, minyak, solar, avtur dan lain sebagainya. Untuk mencapai produk BBM, ‘cost structure’-nya 80 persen dari harga minyak. Kalau harga minyak turun maka ongkos produksi turun, dan harga jual turun,” papar Iwan di Jakarta, ditulis Kamis (30/4/2020).
Pertanyaan selanjutnya, sambung dia, kenapa harga minyak mentah naik, harga BBM dinaikkan. Tetapi ketika harga minyak turun, harganya tidak juga turun.
“Fungsi Pertamina sendiri, selain penugasan dari pemerintah, juga sisi bisnis. Kalau fungsi penugasan, BBM tidak lebih dari Rp5 ribu. Kemudian Pertamina menghitung dari harga produksi, distribusi dan lain-lain, itu Rp6 ribu. Itulah yang dinamakan subsidi. Pertamina menjual harga penugasan, tapi Pertamina juga tidak boleh dirugikan. Sehingga ditomboki Rp1000 dari APBN,” paparnya.
Masalahnya sekarang, kalau harga minyak turun, seharusnya Pertamina harus punya tanggung jawab sosial. Kalau harga minyak turun, ongkos energi masyarakat juga turun. Namun masalah selanjutnya adalah stok berlebih BBM. Karena Corona, konsumsi BBM menurun, sehingga stok lama berlimpah.
“Lalu kalau mau beli, taruh di mana kalau stok dalam negeri masih melimpah. Di tambah lagi kalau stok itu dibeli pas harga tinggi. Apalagi Indonesia itu daya tampung energi BBM rendah. Kapasitas hanya 18 hari. Sementara luar negeri bisa sampai 6 bulan. Ada ‘lost opportunity‘ di sini. Buah simalakama,” jelasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh