Artikel ini ditulis oleh Hendrajit, Pengamat Geopolitik.
Masih terkait kemuncunlan mendadak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bisa saja ini bertaut dengan eratnya hubungan pemerintahan Jokowi dengan Republik Rakyat Cina, lantas sontak punya ide buat meniru.
Tapi saya yakin kalau itu dasar pertimbangannya, saya yakin bakal tambal sulam.
Selain momentumnya sudah terlambat, karena seharusnya kalau mau melakukan koreksi total pada orientasi pemerintahan Suharto saat reformasi yang terlalu menomorsatukan ekonomi, model 4 program modernisasi yang dicetuskan Deng Xioping akhir 1970an justru bagus sebagai sumber inspirasi.
Sayangnya, hal itu sama sekali tidak ada di benak Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY maupun Jokowi.
Kalau dicetuskan sekarang, padahal pemerintahan Jokowi justru sudah memasuki paruh terakhir masa kekuasaannya, jangan-jangan cuma mengadopsi apa yang menguntungkan, tanpa mengenali ruh sesungguhnya program 4 modernisasi Cina yang justru membawa kebangkitan Cina sekarang sebagai negara adikuasa baru pesaing Amerika.
Pada saat mengambil alih kekuasaan Mao saat meninggal, Deng mencanangkan secara terintegrasi 4 komponen strategis nasional untuk jadi prioritas nasional: Pertanian, Industri, Ilmu-Pengetahuan dan Teknologi, serta Pertahanan.
Menariknya, dalam empat komponen strategis nasional itu, sama sekali tidak ada kosa kata ekonomi. Berarti, visi dan misi nasional Cina pasca Mao kala itu, adalah membangkitkan kembali jatidiri bangsa Cina melalui strategi kebudayaan. Maka, pemberdayaan empat komponen nasional tadi itu, kemudian dikembangkan sebagai empat program modernisasi Cina.
Dalam menjabarkan empat program modernisasi itulah, penelitian dan pengembangan (research and development) jadi bidang strategis di semua instansi, utamanya yang berkaitan dengan salah keempat komponen strategis nasional Cina itu.
Jadi tidak seperti di sini, yang namanya bagian penelitian dan pengembangan (Litbang) sering diplesetkan akronimnya jadi Sulit Berkembang. Sehingga ketika ada pejabat birokrasi yang tadinya memegang pos basah seperti keuangan atau pengembangan proyek lalu dipindahkan ke bagian Litbang, biasanya langsung frustrasi karena merasa dimutasi atau dibuang.
Dalam skema Cina dengan 4 Program modernisasi, tidak ada cerita model begitu. Orang-orang yang ditempatkan di bagian riset dan pengembangan, justru merasa terhormat.
Karena dari riset dan penelitian ini lah, hulu pengembangan kemajuan bangsa lewat pemberdayaan 4 komponen tadi. Riset dan Pengembangan merupakan primadona. Bukan anak tiri.
Jadi, kalau BRIN mau meniru Cina dalam konteks sekarang, saya ragu apa bisa menginspirasi ruh dari 4 program modernisasi tersebut.
Sebab saya mendapat kesan, BRIN hanya memandang isu ini secara sektoral dalam konteks pengembangan ilmu dan teknologi, tanpa menyatu-nafaskan dengan sektor industri dan pertanian maupun pertahanan. Jadi hanya asyik sendiri di sektornya. 4 Program modernisasi Cina, gagasan pokoknya adalah menyusun strategi men-cinakan kembali komunisme dengan memberdayakan empat komponen nasional tadi.
Sehingga Pertanian, Industri, IPTEK, maupun Pertahanan, selain senafas satu sama lain dan saling menguatkan, keempat komponen strategis Cina tadi bersentuhan dengan dinamika budaya lokal Cina juga, meski tidak dinyatakan secara terbuka.
Alhasil, BRIN yang secara delusional dipandang oleh orang-orang dekat Jokowi sebagai revolusi IPTEK, kenyataannya hanya revolusi politik di bidang IPTEK.
[***]