KedaiPena.Com – BPJS Ketenagakerjaan sebagai sebuah badan hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia harusnya dapat membuat setiap mitra merasakan langsung manfaat keikutsertaan.
Demikian disampaikan oleh Pemerhati Ketenagakerjaan Satrio Pratomo saat menanggapi belum maksimalnya peran BPJS Ketenagakerjaan kepada mitranya. Utamanya, kepada perusahaan yang bermitra dengan BPJS.
Satrio begitu ia disapa mengatakan bahwa saat ini paradigma memberikan santunan ketika terjadi kecelakaan perlu diubah. Paradigma bersama dan pekerja mencegah kecelakaan dan membangun budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang harus digaungkan.
“Untuk perusahan-perusahaan besar yang sudah bagus dan berprestasi dalam membangun budaya K3, yang baik dan tidak ada kecelakaan, maka dapat diturunkan preminya,†kata Satrio kepada KedaiPena.Com di Jakarta, ditulis Senin (29/7/2018).
“Namun untuk perusahaan menengah ke bawah dan memiliki risiko tinggi, perlu diberikan pendampingan, pelatihan dalam bidang K3 untuk mencegah terjadinya kecelakaan., dan membangun budaya K3,†sambung Satrio.
Satrio begitu ia disapa pun menegaskan, dengan mekanisme tersebut setiap perusahaan yang bermitra dengan BPJS Ketenagakerjaan akan merasakan manfaatnya, dan bukan malah menghindar.
“Sehingga bimbingan-bimbingan semacam itu dirasakan. Dampaknya adalah menurunkan klaim akibat kecelakaan itu sendiri. Lebih proaktif ketimbang reaktif,” ujar Satrio.
Namun demikian, kata Ahli Utama K3 yang juga ketua Dewan pengarah LSP K3 Iccosh ini, hal tersebut masih sulit untuk direalisasikan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Hal tersebut lantaran masih ada sejumlah permasalahan di tubuh internal BPJS Ketenagakerjaan.
“Padahal BPJS ini sudah dilepas dari sistem pemerintahankan, ‘full’, independen, sehingga dia punya ‘freedom’ untuk mengelola itu lebih baik dan professional. Namun mungkin karena ‘mindset’ atau hambatan psikologi karena warisan sistim birokrasi, dulu atau lain hal yang tidak dimengerti,†imbuh Satrio.
Padahal, tegas Satrio, seharusnya BPJS Ketenagakerjaan mampu merefomasi, mengubah mindset dari reaktif menjadi ‘proactive’ atau ‘preemptive’. BPJS Ketenagakerjaan, ungkap dia, dapat belajar dari kasus pabrik petasan di Tangerang yang beberapa waktu lalu meledak.
“Dimana ditemukan dari 40 orang yang korban jiwa yang tewas, ternyata hanya satu atau dua yang disertakan dalam BPJS. Seolah ada upaya menghindar. Padahal pengusaha dan pekerja harus mendapatkan manfaatnya dalam mencegah duka, sehingga ‘tagline’, BPJS bisa berubah menjadi sahabat pekerja dan pengusaha,†pungkas Satrio.
Laporan: Muhammad Hafidh