KedaiPena.Com – Begawan Ekonomi Rizal Ramli menilai ada kesengajaan yang dibuat hingga terjadinya permasalahan finansial di tubuh BPJS Kesehatan saat ini.
Penyimpangan dan kesengajaan tersebut, lanjut RR begitu ia disapa, turut berimbas kepada kenaikan iuran BPJS Kesehatan setiap dua tahun sekali yang merugikan rakyat kecil.
“Kalau pemerintah tidak mampu menyelesaikan permasalahan BPJS, kalau cuma bisa naikin iuran, pemerintah minta tolong dengan saudara (Ketua KSPI) Said Iqbal, selesai itu dalam waktu sebulan. Nanti dibuat komite (penyelamatan BPJS Kesehatan) oleh suadara Iqbal,” ujar RR, di Gedung DPR/MPR, Jumat, (6/9/2019).
RR pun menceritakan sedianya perjuangan lahirnya BPJS Kesehatan sebagai implementasi UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) baru dibentuk setelah pemerintah mendapat tekanan dari sejumlah pihak.
“BPJS Kesehatan ini perjuangannya panjang sekali dari tahun 2010 akhir, sampai tahun 2013. Serikat pekerja yang jumlahnya ratusan ribu orang dibantu saya, akademisi dan profesor biar ada BPJS Kesehatan ini,” tutur RR.
Padahal, mantan Menko Ekuin era Presiden Gusdur ini melanjutkan, di negara-negara seperti Skandinavia dan Rusia sudah membuat SJSN sejak tahun 1980-an.
“Ini menjelaskan kenapa kesejahteraan di negara Eropa sangat tinggi. Kita yang mengaku pancasila harusnya juga bisa menyejahterahkan rakyat kita sendiri,” papar RR.
RR menambahkan awalnga, kelahiran BPJS Kesehatan ini tidak sepenuhnya didukung oleh rezim pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kala itu.
“Pemerintahannya dengan sengaja pada waktu itu tidak memberikan modal yang cukup. Lalu juga pemerintahan SBY dilobi oleh para pengusaha agar iuran yang dikenakan kepada mereka kecil,” tegas RR.
“Padahal di luar negeri iuran dari perusahaan besar. Jadi tidak aneh BPJS Kesehatan sengaja atau tidak sengaja diciptakan supaya bermasalah,” pungkas RR.
Sejak Lahir Banyak Penyimpangan
Ditemui ditempat yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengakui lima tahun kehadiran BPJS sejak 2014 memang ditemukan kendala dan penyimpangan terhadap pelaksanaan jaminan kesehatan.
Penyimpangan, kata Iqbal, terjadi lantaran karena tidak sesuai dengan amanat Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dan amanat UU nomor 20 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional atau SJSN.
“Apa bentuk penyimpangan itu? Yang sekarang ini sedang terjadi dan tersorot oleh masyarakat adalah kenaikan iuran,” kata Iqbal.
Iqbal menerangkan dalam UU BPJS jelas dikatakan bahwa BPJS adalah badan hukum publik, bukan BUMN, juga bukan private company seperti PT dan CV.
“BPJS juga bukan perum atau jawatan ataupun produk-produk badan hukum lainnya badan usaha lainnya. Tapi dia adalah spesifik,” beber Iqbal.
Iqbal turut menceritakan, dalam perdebatan di UU BPJS awal itu adalah bersifat wali amanah atau transparan seperti di Jerman dan negara-negara Skandinavia seperti Norwegia dan Denmark. Dananya adalah dana Wali Amanat.
“Apa itu dana Wali Amanat? yaitu dana milik publik. Karena perdebatan istilah Wali Amanat tidak disukai oleh pemerintah saat itu, maka diambillah jalan tengah DPR dan pemerintah menyetujui namanya badan hukum publik,” ungkap Iqbal.
Sebelumnya, pemerintah berencana menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan dua kali lipat mulai 1 Januari 2020.
Pemerintah tinggal menunggu payung hukumnya berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Sementara itu iuran kelas III rencananya naik dari Rp 25.500 jadi Rp 42.000 per bulan.
Namun kenaikan iuran kelas III belum bisa dipastikan karena ditolak DPR RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan alasan kenaikan iuran BPJS Kesehatan lantaran mengalami defisit.
Laporan: Muhammad Hafidh