KedaiPena.Com- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) diminta tidak hanya sekedar mengurusi dan berkutat pada hal seremoni serta agitas. BPIP dinilai gagal menjadikan Pancasila sebagai hal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi setiap bangsa
Hal tersebut disampaikan Ketua Setara Institute Hendardi merespons pemimpin dan pengurus Khilafatul Muslimin (KM), Abdul Qodir Hasan Baraja dan kawan-kawan oleh Polda Metro Jaya, menunjukkan bahwa kelompok-kelompok pengusung aspirasi ideologi yang bertentangan dengan Pancasila nyata adanya.
Menurutnya, kelompok-kelomppok semacam ini akan terus tumbuh seiring dengan kinerja pemerintah dalam mempromosikan dan menerapkan ideologi Pancasila pada kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk juga kinerja penanganan intoleransi, radikalisme dan terorisme.
“Jika kinerja badan-badan yang ditujukan untuk membudayakan Pancasila, semacam BPIP hanya berkutat pada seremoni dan agitasi, maka sulit bagi masyarakat untuk menerima Pancasila sebagai ideologi terbuka yang bisa menjadi spirit mencapai tujuan bernegara. Khususnya membangun kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi setiap bangsa,” kata Hendardi, dalam keterangan tertulisnya, ditulis, Selasa,(14/6/2022).
Hendardi juga mengingatkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar tidak kehilangan fokus dalam bekerja. Jika kehilangan fokus, kerja deradikalisasi hanya menjadi rutinitas ritual BNPT yang tidak menyentuh aspek hulu dari terorisme.
Selain itu, Hendardi menilai, langkah kepolisian menangani kelompok KM dengan menggunakan delik-delik pidana di luar kerangka Undang-Undang Terorisme, secara normatif
lebih tepat. Karena kelompok KM ini sesungguhnya tidak atau belum melakukan tindak pidana terorisme, kecuali mempromosikan ideologi yang berbeda.
“Penindakan terbatas yang menjerat pimpinan KM juga dinilai tepat, karena pimpinan dan pengurus telah secara nyata mengusahakan gagasan KM itu terwujud,” ujarnya.
Bagi Hendardi, pa yang dilakukan oleh Polri melalui Polda Metro Jaya merupakan bagian dari pencegahan intoleransi yang tepat. Sebab, selama ini seringkali dibiarkan hingga
kelompok-kelompok tertentu mewujud menjadi tindakan radikalisme kekerasan
dan terorisme.
“Pencegahan di hulu, yakni menangani intoleransi adalah salah satu cara menangani persoalan terorisme,” paparnya.
Kendati demikian, lanjut Hendardi, penanganan non hukum, dalam arti pekerjaan pencegahan dengan berbagai pendekatan, harus menjadi prioritas berbagai badan-badan negara dan juga aparat hukum.
“Pencegahan dan penanganan intoleransi harus diperkuat dan menjadi yang utama,” tukasnya.
Laporan: Hera Irawan