KedaiPena.Com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mengenakan borgol kepada para tahanan korupsi. Salah satu tahanan yang sudah mengenakan borgol adalah Tubagus Cepy Sethiady yang juga kakak ipar Bupati Cianjur nonaktif Irvan Rivano Muchtar.
Tubagus Cepy adalah tersangka kasus tindak pidana korupsi suap terkait Dana Alokasi Khusus Pendidikan Kabupaten Cianjur Tahun 2018. Saat keluar dari mobil tahanan, Tubagus Cepy sudah mengenakan borgol dan juga rompi jingga tahanan KPK yang sudah diterapkan terlebih dahulu.
Dari informasi pelaksanaan pemborgolan itu mulai dilakukan di Bandung dan Jakarta. Borgol tersebut dimaksud untuk tahanan serta untuk persiapan persidangan dan dari rutan ke gedung KPK untuk dilakukan pemeriksaan.
Eks Pimpinan KPK Haryono Umar mengapresiasi diterapkanya kebijakan tersebut. Menurut Haryono kebijakan tersebut akan berdampak positif lantaran memberi efek jera kepada pelaku tindak korupsi.
“Selama ini mereka senyum-senyum melambai tangan, seakan-seakan mereka tidak salah,” ujar Haryono dalam perbincangan dengan KedaiPena.Com, Kamis (3/1/2019).
Direktur Latifa Perbanas ini menambahkan bahwa memborgol pelaku tindak korupsi juga akan memberikan pembelajaran bagi masyarakat terutama para generasi muda penerus bangsa.
“Mempertegas bahwa korupsi itu kejahatan sehingga jangan ditiru,” tutur Haryono.
Ia mempertegas yang namanya tahanan atas kejahatan luar biasa memang sebaiknya diperlakukan juga luar biasa. Hal itu agar bsa memberi efek untuk tidak korupsi kembali.
“Sekarang ini korupsi nilainya makin tinggi, hukuman makin ringan, pelaku makin banyak perlu terobosan untuk pencegahan dan memberikan ‘shock therapy’,” pungkas Haryono.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai kalau kebijakan KPK memborgol tersangka korupsi yang sudah ditahan, tidak akan mengurangi jumlah koruptor di Indonesia.
Sebab, cara berpikir efek jera ini (dengan memborgol tersangka korupsi), malah membuat semua menjadi orang bodoh dan menerima nasib.
“Sebenarnya bangsa ini memerlukan ide-ide yang cemerlang dalam mendesain sistem anti korupsi. Itu harusnya fokus KPK. Soal borgol, dulu rompi oranye, dan lain-lain itu itu, bukan ide cemerlang,” kata Fahri Hamzah saat dihubungi wartawan.
Menurut politisi dari PKS itu, untuk memberantas korupsi perlu ide lebih cemerlang dan kecerdasan otak. Karena, pemberantasan korupsi itu bukan cuma menimbulkan efek jera bagi pelaku, tetapi bagaimana mengurangi praktik-praktik korupsi itu sendiri.
“Kebijakan pemborgolan tahanan KPK tidak akan mengurangi jumlah koruptor di Indonesia. Hal itu terbukti dengan kebijakan sebelumnya, yaitu memakaikan rompi oranye kepada tahanan,” tambahnya.
Karena itu, masih menurut Fahri, mumpung mau pergantian presiden, sebaiknya KPK fokus siapkan masukan kepada calon presiden (capres) yang akan datang. Sebab semua pihak harus yakin kalau korupsi itu bIsa dihentikan dan bukan kutukan.
“Nah, ini perlu kecerdasan otak. Cara berpikir efek jera ini bikin kita semua jadi orang bego, dan menerima nasib. Jadi, KPK jangan pakai otot terus, pakai otak dong,” sindir Anggota DPR dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu lagi.
Lantas, Fahri pun mengambil contoh Korea Selatan yang dulu punya KICAC (Korean Independent Commission Against Corruption) yang sama-sama lahir tahun 2002 dengan KPK. Tapi hanya 6 tahun mereka evaluasi, dan hasilnya sukses.
“Korsel sekarang maju, income percapita di atas 20,000 USD/kapita. Padahal UU KICAC lahir pas pada saat KPK lahir. Jadi kalau ada yang anggap KPK agak gagah-gagahan aja wajar. Karena inovasinya sudah makin tidak berguna bagi mengurangi jumlah korupsi di Indonesia.
Karenanya, saran Fahri, KPK harus mulai buka kuping. Jangan karena bisa melakukan apa saja, seolah jadi sempurna dan tidak punya kelemahan.
Laporan: Muhammad Hafidh