KedaiPena.Com – Rencana Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang akan mengirim 30 ribu TKI ke Timur Tengah mendapat sorotan dari DPR.
Sukamta, anggota Komisi I DPR RI mengatakan, Pemerintah harus menjamin terlebih dulu terpenuhinya persyaratan dan parameter pengiriman TKI seperti amanat undang-undang.
Mengingat, pengiriman TKI ini bukan hanya soal peluang kerja, tetapi yang tidak kalah penting adalah soal perlindungan, karena tiap bulan terjadi ribuan kasus terhadap TKI.
“Ditambah dalam situasi sekarang tenaga kerja asing banyak diakomodasi masuk ke Indonesia, pengiriman TKI ke luar negeri dengan jaminan keamanan minimum adalah keputusan yang kurang bijak,” kata dia, Senin (4/6/2018) di Jakarta.
Untuk itu, BNP2TKI harus duduk bersama Kemnaker dan Kemenlu untuk membahas dan memenuhi syarat dan parameter tadi. Kemenlu harus terlibat karena juga merupakan salah satu instansi yang bertanggung jawab untuk urusan perlindungan WNI di luar negeri.
Ia menjelaskan bahwa UU No. 18 tahun 2017 tentang perlindungan tenaga migran Pasal 31 sudah menetapkan parameter baku untuk membuka/menutup penempatan TKI ke suatu negara, yaitu: a) memiliki hukum yg melindungi tenaga kerja asing; b) memiliki perjanjian bilateral tertulis dan/atau c) memiliki sistem jaminan sosial.
“Sejauh ini belum ada negara Timur-Tengah yang memiliki perjanjian bilateral tertulis dengan Indonesia dalam hal penempatan TKI. Saudi-Indonesia pernah menandatangani MOU tahun 2014 awal namun belum pernah entry into force karena kedua pihak tidak pernah meratifikasi. Sehingga 3 instansi tadi musti mengambil keputusan bersama agar terpenuhi persyaratan dan parameter tadi supaya perlindungan tenaga migran (TKI) kita terjamin,” tegasnya.
“Selama 3 syarat parameter tadi belum terpenuhi, moratorium pengiriman TKI tetap pilihan bijak. Jika parameter sudah terpenuhi, pengiriman TKI pun harus mempertimbangkan dan mengutamakan SDM yang memiliki keterampilan yang cukup serta kemampuan melindungi diri dengan baik,” ujar wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas