KedaiPena.Com– Langkah PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk atau BNI yang memberikan pinjaman atau pendanaan kepada salah satu perusahaan batu bara di Sumatera Selatan (Sumsel) dipertanyakan legislator di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qodratullah mempertanyakan komitmen perusahaan plat merah tersebut terkait green financing atau investasi keuangan yang mengalir ke proyek-proyek pembangunan berkelanjutan, dan berkaitan erat dengan lingkungan yang tengah digalakan oleh berbagai pihak saat ini.
“Iya sebetulnya perlu ditanyakan komitmen terkait green financing yang sekarang tengah digalakan berbagai pihak,” jelas Najib sapaanya, Senin,(30/5/2022).
Najib menuturkan, sebagai BUMN BNI semestinya dapat memastikan kucuran dana kepada perusahaan yang ramah terhadap lingkungan.
“Memastikan kucuran dana diberikan khusus peruntukan bagi perusahaan yang ramah terhadap lingkungan,” jelas Najib.
Meski demikian, Legislator asal Jawa Barat ini, memperkirakan langkah BNI mendanai perusahaan batu bara tersebut lantaran ada kebutuhan energi yang mendesak.
“Sehingga barangkali menjadi salah satu pertimbangan dari lembaga tersebut,” papar Najib.
Terlebih lagi, kata Najib, kondisi negara saat ini sedang dalam kondisi pemulihan ekonomi. Najib menilai, terdapat pengecualian terkait kondisi tersebut.
“Mengingat kondisi negara yang sedang pemulihan ekonomi ada pengecualian pengecualian yang terukur,” pungkas Najib.
Sebelumnya, Komunitas Free Fosil Kampus Indonesia menuntut kepada Bank Negara Indonesia (BNI) untuk menghentikan pembiayaan ke industri baru bara. Sebab berdasarkan studi lembaga Urgewald dan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) pada tahun 2021 lalu menunjukan beberapa bank di Indonesia memberikan pinjaman ke perusahaan batu bara yang terdaftar dalam Global Coal Exit List (GCEL) 2020. Dan salah satunya BNI.
Total pinjaman yang digelontorkan pada periode 2018 hingga 2020 senilai 6,29 Miliar USD atau Rp89 Triliun dan yang dalam bentuk underwriting sebesar 2,64 miliar USD atau Rp16,6 Triliun. Selaras dengan itu mencuat kabar adanya dugaan peminjaman tanpa agunan yang dilakukan oleh BNI kepada perusahaan batu bara di Sumsel.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) menuding pencairan dana triliunan bank BUMN termasuk BNI tanpa agunan atau agunannya tidak sepadan dengan pinjaman. Boyamin mengatakan pinjaman tanpa agunan itu akhirnya jadi kredit macet dan bisa dikategorikan tindak pidana korupsi meskipun masih ada dua syarat supaya bisa disebut begitu.
Dua syarat tersebut, kata Boyamin, pertama, pinjaman macet dan kemudian pengusahanya tidak berupaya melunasi utangnya. Sedangkan yang kedua, banknya harus Bank BUMN. Kalau, bank swasta maka tidak bisa disebut sebagai tindakan korupsi.