KedaiPena.Com – Bukan rahasia lagi, kesejahteraan adalah kunci dari pertahanan dan ketahanan sebuah bangsa. Nasionalisme akan semakin tinggi jika tercipta sebuah keadilan sosial.
Ini pun tertuang jelas pada alinea terakhir Preambule UUD 45. Bahwa tujuan bangsa Indonesia berdiri adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Tujuan lain yang juga tertera dalam pembukaan konstitusi bangsa adalah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Ada beberapa pandangan pakar yang mendukung soal. Menurut Aristoteles, tujuan Negara adalah menciptakan kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan. Keadilan memerintah harus menjelma di dalam negara, dan hukum berfungsi memberi kepada setiap manusia apa sebenarnya yang berhak ia terima, termasuk soal kesejahteraan sosial.
Sementara, Guru Besar Ilmu Politik Indonesia, Miriam Budiardjo, Negara harus menerapkan kontrol untuk mencapai tujuan bersama dan untuk mencegah konflik yang terjadi di masyarakat. Negara juga wajib meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Negara, dalam hal ini Pemerintah, sudah barang tentu memiliki kewajiban untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Apa tujuan akhirnya, menciptakan kedaulatan bangsa.
Kedaulatan Bangsa dan Perjuangan Kilang Darat Masela
Dalam sebuah kesempatan, Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menekankan pembangunan Kilang Masela harus mengedepankan kesejahteraan umum rakyat Maluku. Jadi opsi paling masuk akal dalam konteks ini, pembangunan Masela harus dilakukan di darat.
Apalagi dalam Pasal 33 UUD 45 dijelaskan soal kewajiban Negara untuk menggunakan hasil bumi bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pada pasal satu dijelaskan, â€Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaanâ€. Di pasal dua ditegaskan, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Selain itu, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Itu juga dijelaskan pada pasal yang sama, ayat berbeda.
Jadi, menurut Rizal, pihak yang paling diuntungkan dari pengembangan Blok Masela di darat adalah rakyat Indonesia. Ia yakin manfaat Blok Masela jauh lebih besar dirasakan masyarakat.
Kata dia, kalau Indonesia menyedot gas dari Blok Abadi Masela dengan pola ‘floating’, maka setahun hanya dapat 2,5 miliar dolar. Tapi kalau dengan pola darat, maka akan muncul kota baru seperti Balikpapan dan Bontang yang timbul karena efek pengolahan energi di Kalimantan Timur.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhirnya memutuskan proyek Blok Masela dibangun di darat dengan mempertimbangkan berbagai masukan dan saran yang diberikan.
Kata Jokowi, proyek ini adalah sebuah proyek jangka panjang tidak hanya 10 tahun, 15 tahun tapi proyek sangat panjang yang menyangkut ratusan triliun rupiah, oleh sebab itu dari kalkulasi dari perhitungan dari pertimbangan-pertimbangan yang sudah saya hitung kita putuskan dibangun di darat.
Pertimbangan pertama yakni bahwa pemerintah ingin ekonomi daerah dan ekonomi nasional terimbas dari pembangunan Blok Masela. Pertimbangan kedua yakni pembangunan wilayah atau regional development yang diharapkan juga terkena dampak pembangunan proyek besar Masela.
Geopolitik Blok Masela
Secara administrasi, Blok Masela berada dalam wilayah Maluku. Namun, secara geografis, posisinya lebih dekat ke Timorleste, bahkan Australia.
Pilihan darat sangat mendukung konsep ketahanan bangsa karena membuat kawasan itu ramai. Bukan mustahil menjadi daerah pertumbuhan baru di kawasan Indonesia Timur. Jika rakyat sejahtera, maka semangat nasionalisme akan semakin tinggi.
Bukan barang baru jika daerah perbatasan Indonesia kerap menjadi sengketa lantaran kurangnya perhatian pemerintah. Lihat saja kawasan Ambalat dan Natuna yang selalu diklaim negeri tetangga. Bukan apa-apa, karena tidak ada tanda-tanda kehidupan Indonesia di dua kawasan itu.
Pemerintahan Jokowi sangat paham dengan kondisi itu. Makanya bertindak tegas soal batas wilayah, sebab menyangkut kedaulatan bangsa.
Dalam kasus Natuna misalkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah arahan Menteri Susi Pudjiastuti gencar melakukan patroli ‘illegal fishing’. Hasilnya membawa banyak kapal ilegal yang melakukan praktek jahat itu ke ranah hukum.
Meski, demikian aral bukan tidak ditemukan. Bulan lalu, publik digemparkan dengan insiden Natuna. Kapal ‘Coast Guard’ China mengintervensi upaya penegakkan hukum pada kapal pencuri ikan berbendera China, yakni KM Kway Fey 10078, di Laut Natuna. Kapal tersebut terindikasi melanggar regulasi “Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishingâ€.
Kawasan Natuna memang kerap diincar China selain dalam posisi strategis dengan Selat Malaka, juga terkait dengan cadangan gas alam yang melimpah di beberapa blok.
Meski tidak ada statemen resmi soal hubungan geopolitik dengan keputusan Presiden Jokowi menetapkan pembangunan Kilang Masela di darat, namun diyakini ini terkait erat. Jokowi seakan ingin menegaskan, bahwa Indonesia harus berdaulat di bidang politik, berdikari di ekonomi dan berkepribadian di budaya. Ini juga upaya pengejawantahan Pancasila sebagai falsafah bangsa.
(Prw)