KedaiPena.Com – Begawan ekonomi Dr. Rizal Ramli melakukan lawatan ke Jepang untuk bertukar pikiran dengan beberapa tokoh terkait pergeseran geostrategis di Asia sekaligus memperingati 60 tahun persahabatan Indonesia-Jepang.
Usai melakukan pertemuan dengan Ketua Policy Council Liberal Demokratic Party (LDP), Fumio Kishida di Kantor LDP, Tokyo, Jepang, Rizal Ramli menemui peneliti Muhammadiyah dari Chiba University, Jepang, Prof. Mitsuo Nakamura.
“Pak Rizal orang Padang, tetapi kenapa justru dekat dan tertarik ke NU (Nadhatul Ulama)?†tanya Prof. Mitsuo Nakamura.
Seketika diskusi hangat di kediaman penulis buku bertajuk “Bulan sabit terbit di atas pohon beringin: Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede Sekitar 1910-2010†itu menjadi hening.
Semenit seusai pertanyaan itu terlontar, Tokoh Nasional Rizal Ramli yang dikenal di kalangan Nahdliyin dengan sebutan Gus Romli pun menjelaskan bahwa dirinya secara pribadi tidak pernah merasa ada dikotomi antara Muhammadiyah dan NU. Baginya, dua institusi itu sudah merasuk menjadi satu dalam dirinya.
“Jika Anda (Nakamura) mengatakan saya orang Padang, kenyataannya memang saya lahir di Padang. Dan mayoritas masyarakat Padang memang Muhammadiyah. Namun, saat saya menjadi yatim piatu di usia 6 tahun, saya diboyong nenek saya ke Bogor. Di Bogor, mayoritas adalah warga NU,†ujar Rizal Ramli usai menyeruput kopi hangat di rumah Prof. Nakamura di Tokyo, Jepang.
Selain karena lingkungan masa kecil, NU juga telah menyatu dalam dirinya, lantaran ekonom senior itu memiliki sejarah panjang dalam konteks persahabatan dengan bekas Ketua Umum Pengurus Besar Nadhatul Ulama, (alm) Kiai Haji Abdurahman Wahid atau Gus Dur, yang juga Presiden RI ke-4.
Hubungan yang dekat dengan Gus Dur itu mau tidak mau di kemudian hari membawa Rizal Ramli juga berhubungan dekat dengan kaum Nahdliyin atau yang lebih dikenal dengan NU Kultural.
“Saya bersahabat dengan Gus Dur sudah lama sekali. Semasa almarhum menjadi Ketua Umum PBNU, saya sering hadir di setiap ceramahnya,†tutur Rizal Ramli.
Rizal Ramli pun mengaku kerap berkunjung ke beberapa pesantren, seperti Tebu Ireng di Jombang, Al Hikam yang didirikan oleh almarhum KH Hasyim Muzadi di Depok, Pesantren Al Kharimiyah yang dipimpin oleh KH A Damanhuri di Sawangan Depok, pesantren Mambaul Hikmah yang dipimpin oleh KH Sulton di Tegal.
“Ketika saya diundang ke pondok pesantren Tebu Ireng itu, ratusan alumni yang hadir dalam pertemuan itu memberikan saya gelar Gus Romli,†ungkap Rizal Ramli.
Selain dengan NU, Rizal Ramli menambahkan, bahwa dirinya juga mempunyai hubungan cukup dekat dengan Pengurus Pusat Muhammadiyah.
“Beberapa kali saya menghadiri pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah. Bahkan, saya pernah menjadi saksi ahli dalam gugatan yang dilakukan oleh PP Muhammadiyah terhadap UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang dinilai pro pasar bebas dan asing. Gugatan itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi dan berhasil menang,†tukas Rizal Ramli.
Rizal Ramli juga menceritakan bahwa ia juga mempunyai hubungan dekat dengan Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) yang banyak mempunyai alumni yang menjadi tokoh-tokoh Islam, misalnya Din Syamsudin yang pernah menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah dan almarhum KH Hasyim Muzadi yang pernah menjadi Ketua Umum PBNU serta Ustad Bachtiar Nasir yang menjadi penanggung jawab Aksi Damai satu juta Umat Islam pada tanggal 4 November 2016 (411) di Monas dan sekitarnya.
“Sebenarnya saya punya historis juga dengan Pondok Pesantren Gontor. Pada tahun 1976, saya dan beberapa kawan pernah nyantri di Gontor,†kenang Rizal Ramli.
Setelah mendengarkan penjelasan Rizal Ramli, Nakamura-pun mengaku, memiliki kesamaan dengan mantan Menko Ekuin era pemerintahan Gus Dur itu. Meski penelitiannya hanya terfokus pada sejarah pergerakan Muhammadiyah, Nakamura mengatakan, kawan-kawannya di Indonesia tetap banyak juga yang berasal dari kalangan Nahdlyin.
Bahkan, Nakamura mengungkapkan, bahwa almarhum Gus Dur pernah bertandang ke rumahnya di Jepang. Gus Dur-pun, dikisahkan Nakamura, sempat menantangnya untuk meneliti lebih jauh gerakan Islam di Indonesia.
“Anda melihat sebagian dari Islam di Indonesia saja, kalau cuma Muhammadiyah itu kurang sempurna. Anda harus melihat NU (Nahdlatul Ulama, red), coba ikut mengobservasi, pengamatan terhadap gerakan masyarakat NU,†kenang Nakamura menirukan ucapan Gus Dur.
Sumber: Istimewa