KedaiPena.Com – Maraknya kelompok ondel-ondel yang beratraksi di jalan-jalan perkampungan, sehingga mengesankan ondel-ondel sebagai salah satu ikon budaya Jakarta digunakan untuk mengamen bahkan mengemis. Hal ini dianggap telah membuat resah banyak kalangan.
Pendangan beragam pun muncul terkait atraksi ondel-ondel seperti itu. Di awal tahun 2020, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, menunjukkan keprihatinan atas maraknya ondel-ondel yang beratraksi tidak sepatutnya di jalan-jalan.
Di awal-awal, setidaknya pada Februari tahun lalu, keprihatinan Iwan ditunjukkan lewat keinginan Dinas yang dipimpinnya untuk melakukan sosialisasi dan pembinaan terkait sanggar-sanggar dan pengrajin ondel-ondel. Dari situ diharapkan bisa mencegah dan meniadakan aksi liar ondel-ondel yang tidak sesuai pengunaan dan ketentuan yang berlaku.
Kunjungan ke sanggar dan pengrajin ondel-ondel yang ada pun pun dilakukan Iwan dan jajarannya. Ia pun meminta suku dinas di seluruh wilayah DKI Jakarta untuk ikut membina, membantu, dan melibatkan sanggar-sanggar dan pengrajin ondel-ondel dalam kegiatannya.
Namun di akhir tahun lalu, setidaknya mulai tampak perubahan sikap Iwan. Ia agaknya mulai geram terhadap kian maraknya aktivitas ondel-ondel jalanan itu.
Ia menilai atraksi ondel-ondel yang terus marak di.jalan-jalan itu tidak lagi berdasarkan pakem, cenderung dijadikan sebagai alat mengemis.
Baru-baru ini pun anggota DPRD DKI Jakarta Komisi E, Yudha Permana, di acara Sosialisasi Perda No.4 Tahun 2015 tentang Kebudayaan Betawi pada Rabu (17/2/2021), menilai ondel-ondel keliling di jalan-jalan selain mencoreng seni dan budaya Betawi, juga mengganggu ketertiban.
Dikatakannya bahwa pihaknya dan pemprov DKI Jakarta sepakat akan memberlakukan pelarangan terhadap ondel-ondel jalanan yang digunakan untuk mengemis atau mengamen pada tahun 2021 ini juga.
“Pelarangan terhadap ondel-ondel yang mengganggu itu bisa menggunakan pergub atau ingub,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Jaringan Anak. Nasional (JARANAN), Nanang Djamaludin, meminta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk tetap mengedepankan sikap bijak bervisikan pembinaan dan pemberdayaan terhadap masalah terkait ondel-ondel.
Ia mempertanyakan sejauh mana kegigihan langkah yang telah dilakukan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dan sudin-sudin dibawahnya serta SKPD/UKPD terkait dalam melakukan pembinaan, pemberdayaan dan terobosan-terobosan solutif terhadap permasalahan ondel-ondel tersebut.
Seperti apa sih dan “secanggih” mana pula, imbuh Nanang, pendekatan-pendekatan yang selama ini diupayakan terhadap para pemain ondel-ondel yang dipandang meresahkan itu.
“Bukannya apa-apa sih. Saya cuma khawatir, jangan sampai upaya yang dilakukan Dinas Kebudayaan dan Sudin Kebudayaan sebenarnya masih kurang gigih. Gregetnya pun ala kadarnya saja saat membina dan memberdayakan para pemain ondel-ondel tersebut. Sehingga daya solutifnya pun akhirnya sama sekali tidak tampak alias tidak ngefek,” ungkapnya.
Ditambahkannya, jangan sampai pendekatan yang dilakukan pun sebenarnya masih ala birokratis konvensional, kurang canggih, tidak membekas dii hati dalam merangsang daya gugah para pamain ondel-ondel itu agar tercerahkan. Lalu tergerak untuk lebih menghargai ondel-ondel secara sepatutnya sebagai salah satu ikon budaya Betawi.
Nanang yang juga penggagas Klub Literasi Progresif (KliP) itu yakin, tidak sedikit kelompok ondel-ondel yang berkeliaran di jalan-jalan itu lantaran mereka butuh ruang untuk berekspresi atas minatnya dalam berkesenian Betawi.
Tepat di titik itulah Dinas dan SKPD/UKPD terkait tidak boleh abai, atau sekedarnya saja dalam melirik potensi mereka berkesenian secara lebih baik lagi. Secara sabar dan telaten Dinas dan SKPD/UKPD terkait harus memberdayakannya atau menyalurkan mereka ke dalam beragam ruang-ruang ekspresi yang paling memungkinkan untuk diciptakan dan difasilitasi oleh Pemprov.
Dingatkannya, di dalam Perda No.4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi ada aturan tentang keharusan restoran-restoran di wilayah DKI Jakarta agar setiap bulannya menampilkan acara Kesenian Betawi. Namun sebenanya masih banyak restauran yang tidak menerapkannya.
“Mengapa, misalnya, mereka tidak diminta untuk tampil perform di halaman depan atau di sudut-sudut yang memungkinkan mereka bisa perform untik mengekspresikan rasa cintanya pada kesenian Betawi? ” tanyanya?
Terobosan-terobosan kreatif lainnya masih seabreg untuk bisa dijadikan solusi terhadap maraknya kelompok ondel-ondel yang berkeliaran di jalan-jalan. Asal ada kemauan kuat ditambah adanya visi pembinaan dan pemberdayaan yang kuat dan tidak dilakukan ala kadarnya oleh Dinas dan SKPD/UKPD terkait.
“Jadi Pak Gubernur Anies, Kepala Dinas Kebudayaan dan SKPD/UKPD terkait, sebelum bikinnkebijakan pelarangan ondel-ondel yang berkeliaran di jalan-jalan. Lakukan pendekatan yang bernas dan ajaklah mereka berbicara dari hati ke hati. Pandanglah mereka sebagai bagian dari bibit-bibit paling potensial bagi keberlanjutan agenda strategis pelestarian kebudayaan Betawi ke depannya,” pungkasnya.
Laporan: Sulistyawan