KedaiPena.com – Anggota DPRD Bekasi dari fraksi PDI Perjuangan, Waras Waskito disebut memiliki peran dalam mengalirkan uang suap kepada pihak Pemprov Jawa Barat sebagai ‘mahar’ revisi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi, sebagai pemulus proyek Meikarta milik Lippo Group.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan fakta yang terungkap dari kesaksian Kabid Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nuraeli itu, tentu akan menjadi bahan tambahan bagi pihaknya menjerat pihak lain dalam kasus ini.
“Kami kejar aliran dana itu, kemana saja sepanjang ada bukti-bukti dan petunjuk yang mengarah ke sana,” kata Febri, saat dikonfirmasi, Selasa (22/1).
Waras Wasisto menjadi salah satu legislator Jabar yang pernah diperika KPK di tingkat proses penyidikan. Sepanjang pemeriksaan, kata Febri, politikus PDI Perjuangan itu dicecar terkait dugaan permintaan dan penerimaan aliran dana suap tersebut.
“Jadi sudah klarifikasi itu di proses penyidikan apa jawabanya tentu tidak bisa saya sampaikan sekarang,” ujar Febri.
Febri menegaskan saat ini penyidik telah mengantongi sejumlah bukti kuat terkait keterlibatan Waras Wasisto, termasuk penerima aliran suap dari Pemprov Jabar, Pemkab Bekasi dan legislator daerah lain. Bahkan, bukti-bukti itu akan dimunculkan satu persatu dalam persidangan.
“Bahwa memang ada persoalan yang cukup mendasar dari perizinan proyek Meikarta ini karena ada temuan sejumlah aliran dana juga sejumlah pejabat di pemkab di pemprov dan juga DPRD kabupaten bekasi di sana,” pungkas Febri.
Pada sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek Meikarta milik Lippo Group, Kabid Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nuraeli mengungkapkan jika anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi PDI Perjuangan, Waras Wasisto, ikut berperan dan disebut menerima suap dalam perkara suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta, di Kabupaten Bekasi.
Selain itu, KPK mengungkap fakta baru aliran dana suap Meikarta untuk sejumlah anggota DPRD Bekasi. Diduga, uang suap pemberian Lippo Group itu untuk membiayai pelesiran para anggota dewan Bekasi ke luar negeri. Parahnya, keluarga anggota DPRD Bekasi juga ikut dalam pelisiran dengan menggunakan uang suap tersebut.
KPK menemukan ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan Meikarta. Sebab, berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BPKRD) Jawa Barat, proyek Meikarta mendapatkan Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) hanya seluas 84,6 hektar.
Namun faktanya, Meikarta justru akan dibangun seluas 500 hektar. Disinyalir ada pihak yang sengaja merubah rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) yang baru di Bekasi.
Diduga, aturan tersebut sengaja dirubah oleh anggota DPRD Bekasi serta sejumlah pihak untuk memuluskan kepentingan Lippo Group dalam menggarap Meikarta. KPK telah menemukan fakta-fakta kuat jika proses perizinan Meikartasudah bermasalah sejak awal.
Termasuk, mengantongi nama-nama yang terlibat dalam skandal suap Meikarta tersebut. Penyidik bahkan telah memeriksa sejumlah pihak Kemendagri, Pemprov Jabar, Pemkab Bekasi, legislator Jabar dan petinggi Lippo Group untuk mengungkap fakta-fakta baru tersebut.
Dalam kasus ini, Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin beserta kroninya diduga telah menerima hadiah atau janji dari petinggi Lippo Group agar memuluskan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Total fee yang dijanjikan Lippo Group itu sebanyak Rp13 miliar.
Namun, pemberian uang suap yang telah terealisasi untuk Neneng Hasanah Yasin dan kroninya yakni sekira Rp7 miliar. Uang Rp7 miliar telah diberikan para petinggi Lippo Group kepada Neneng Hasanah Yasin melalui para kepala dinas