KedaiPena.com – Menanggapi penurunan BI Rate sebesar 25 basis poin, Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan menjadi sinyal positif bahwa Bank Indonesia mulai mengalihkan fokus dari hanya menjaga stabilitas nilai tukar menuju kebijakan yang lebih mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Namun, dalam konteks regional, suku bunga 5,75 persen masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, yang masing-masing mempertahankan suku bunga acuan di level 2,5 persen dan 3 persen.
“Perbedaan ini mencerminkan tantangan besar bagi Indonesia untuk menemukan keseimbangan antara stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi tanpa terlalu membebani perekonomian domestik,” kata Achmad, Jumat (17/1/2025).
Ia menyatakan salah satu alasan utama mengapa Indonesia tetap mempertahankan suku bunga relatif tinggi adalah ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan internasional dan cadangan devisa.
Dominasi dolar membuat perekonomian Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi nilai tukar dan kebijakan ekonomi AS, seperti potensi kebijakan tarif yang dapat kembali diberlakukan oleh Donald Trump Jilid 2, yang dikenal dengan gaya kepemimpinannya yang agresif dalam melindungi kepentingan domestik.
Langkah-langkah seperti tarif impor tinggi pada barang-barang dari negara berkembang, cenderung meningkatkan indeks dolar AS secara signifikan dan menekan mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah.
“Kebijakan semacam ini menciptakan ketidakpastian global dan berpotensi mendorong nilai tukar rupiah melemah hingga mendekati Rp 17.000 per dolar AS, sebagaimana diprediksi oleh beberapa analis pasar,” paparnya.
Untuk mengurangi risiko ini, ia menyatakan diversifikasi cadangan devisa menjadi kebutuhan yang mendesak. BI perlu memperluas portofolio cadangan devisa dengan mata uang negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), yang semakin memainkan peran penting dalam perdagangan internasional.
“Penggunaan yuan atau rupee dalam transaksi perdagangan, misalnya, dapat menjadi langkah awal untuk mengurangi ketergantungan pada dolar dan meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa