KedaiPena.Com – Kinerja keuangan PLN bakal memburuk gara-gara mega proyek tersebut ternyata sudah diprediksi Rizal Ramli, ketika menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya 2015 lalu.
Sejarah mencatat, sewaktu menjabat Menko Perekonomian, Rizal pernah menyelamatkan PLN tahun 2001. Waktu itu, PLN secara teknis sudah bangkrut, modal minus Rp 9 T, aset hanya Rp 50 T.
“Direksi minta suntikan dari APBN, kami tidak mau. Kami perintahkan PLN untuk revaluÂasi aset. Asetnya naik dari Rp 50 triliun menjadi Rp 200 triliun. Selisihnya kami masukkan modÂal, sehingga modal PLN jadi Rp 104 triliun. Kondisi keuangan PLN saat itu jadi sehat,” kata dia dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, Jumat (6/10).
Rizal juga lakukan renegosiaÂsi listrik swasta yang over price sehingga utang PLN turun dari 85 milar dolar AS jadi 35 miliar dolar AS. Potongan utang terbesar dalam sejarah Indonesia.
“Dengan pengalaman itu, saya bisa memperkirakan potensi kerugian itu sejak 2015. Caranya dengan menghitung kebutuhan listrik Indonesia sampai taÂhun 2019. Berdasarkan hitung-hitungan itu, saya yakin, bila program 35 ribu megawatt ini dipaksakan selesai pada 2019, bisa membahayakan keuangan PLN. Bahkan bisa saja membuat mereka bangkrut,” sambungnya.
Berdasarkan hitungan Rizal, sampai tahun 2019 ke depan Indonesia hanya butuh tambahan pemÂbangkit listrik dengan kapasitas total 22 ribu megawatt, bukan 35 ribu megawatt. Kalau 35 ribu megawatt tercapai 2019, maka pasokan bakal jauh melebihi permintaan. Dengan demikian akan ada idle (kelebihan kapasiÂtas) sebesar 13 ribu megawatt.
“Masalahnya, dengan kelebiÂhan kapasitas listrik 13 ribu megawatt yang dibangun oleh swasta atau Independent Power Producer (IPP), PLN tetap waÂjib membayar biaya listrik ke perusahaan swasta berdasarkan perjanjian jual beli tenaga listrik, atau Power Purchase Agreement (PPA-red) antara PLN denÂgan IPP. Artinya, dipakai atau tidak dipakai, listriknya PLN tetap wajib bayar ke perusahaan swasta. PLN harus bayar 72 persen listrik dari listrik yang tidak terpakai,” papar Rizal.
Nilainya cukup fantastis, yaitu sekitar Rp 150 triliun per tahun, atau tidak kurang dari 10,763 miliar dolar AS. Mau dipakai atau tidak, PLN wajib bayar kelebihan itu. Itulah mengapa Rizal yakin proyek ini bisa membahayakan keuangan PLN.
Laporan: Galuh Ruspitawati