Artikel ini ditulis oleh Pemerhati Kebijakan Publik, Sekjen FKP2B, Aktivis Pergerakan 77-78, Sjafril Sofyan, Tinggal di Bandung.
Sepertinya anggota DPR galak. Karena nasib satu orang dokter dipecat. Bubarkan IDI, seru mereka. Wow galak-galak sekali mereka itu, sembari tak lupa membawa-bawa nama rakyat yang protes.
Menurut mereka itu suara ketidakadilan rakyat yang mereka ketahui dari media. Wah hebat ya. DPR sangat peka dengan suara rakyat. Tak tanggung-tanggung borok IDI mereka ungkap. Mungkin kalau ada IDI di gorong-gorong pasti mereka teriakin juga.
Sangat jauh beda dengan kondisi riil, suara nyata rakyat yang menjerit dan terjepit ketika antri minytak goreng (migor). Padahal itu rekayasa pengusaha (mafia), migor dibuat langka untuk meroketkan harga.
Konon ada rakyat yang antri migor ada yang mati. DPR sepi. Mungkin beda media yang mereka baca. Mungkin bahasa medianya tidak mereka mengerti. Atau mereka tak baca media Negara Wakanda. Ngkalee.
Terakhir ketika sang Menteri Dagang (apa kerjaannya ya?) “angkat tangan” tanda tak berani melawan mafia migor. Rupanya tidak sepi-sepi banget.
Mereka pejabat ada yang teriak tidak ada mafia Migor, salah satu nya dari suara pak Polisi. Lha daftar mafia migor, untuk apa ya. Sekadar catatan di kementerian dan DPR. Mungkin. Ada juga suara, rebus atau kukus saja. Jangan pakai migor kata petinggi partai. Selamat dah para mafia?.
Sang Presiden yang lagi sibuk IKN punya jalan pintas, mengatasi langka dan naiknya harga migor. Bansos migor saja Rp300 ribu, cukup. Habis perkara.
Padahal akibat kenaikan migor dan kenaikan lainnya semua, dapur rakyat tak terkecuali yang terdampak. Mungkin ini pikiran pemerintah dan DPR, dana Bansos tentunya gampang diatur dari APBN. Kurang?. Tambah utang lagi.
Bebas dah para pengusaha yang mafia mengeruk untung. Sementara APBN jadi tanggungan rakyat lagi. Konon mau diminta urunan lagi untuk IKN. DPR kok ndak galak ya.
Ketika BBM naik hampir 30% mulanya Petramax dulu. DPR masih sepi. Daging naik. Rp140.000 sekilo, lho berlipat dari harga negara tetangga, padahal dulu janji mau disamakan. Gas sudah lama merangkak naik, sudah 25% lebih kenaikannya. Kenapa Pengawas (DPR) tetap sepi tak galak.
Senayan tempat angota terhormat DPR sepi saja. Jeritan rakyat melalui emak-emak yang menanggis, terpukul. Mereka emak-emak berdemo, media mainstream tak muat.
Mahasiswa yang juga sudah merasakan orang tuanya lagi kesusahan ekonomi juga mulai unras. Mereka menyadari mak mereka sudah menderita mengatur dapur tetap berasap. Sangat susah. Bentar lagi ngatur biaya transport anak sekolah. Yang mulai PTM seperti normal lagi.
DPR tidak bersuara. Tidak galak. Termasuk ketika harga minyak dunia turun mencapai 30 $U, DPRI sang “pengawas” sepi tidak minta disesuaikan harga BBM.
Karena media suara ketidakadilan rakyat, tidak mereka ketahui. Medianya mungkin hanya di Negara Wakanda. Tidak lah sama dengan media yang memberitakan seorang dokter mantan petinggi dipecat. Wow mereka galak.
Jika demikian pantas Negara ini dikelola secara “kumaha aing” oleh petinggi negara kata seorang jenderal punawirawan ketika bertemu dengan Rizal Ramli di forum FKP2B. Harusnya petinggi itu sudah dihentikan.
[***]