KedaiPena.com – Menanggapi laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang 147 aset ID FOOD yang belum dikelola secara penuh atau tidak dalam penguasaan manajemen sepenuhnya, Ekonom Konstitusi Defiyan Cori menyatakan hal tersebut sebagai cerminan buruknya tata kelola korporasi.
Ia menjelaskan ID FOOD ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibidang pangan yang merupakan induk perusahaan (holding) dibentuk dan ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 118 Tahun 2021, tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam modal saham PT (Persero) Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Pembetukan Holding BUMN Pangan secara resmi ditandai dengan penandatanganan Akta Inbreng Saham Pemerintah antara PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dan 5 (lima) eks BUMN, yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT Sang Hyang Seri, PT Perikanan Indonesia, PT Berdikari, dan PT Garam pada 7 Januari 2022. ID FOOD bergerak dalam bidang Pertanian dan Agroindustri, Peternakan dan Perikanan, serta Perdagangan dan Logistik.
“Pasca kebijakan holdingisasi ini, tercatat laba bersih ID FOOD pada 2023 sejumlah Rp234 miliar, tetapi dengan total utang bank dan medium-term note (MTN) mencapai sekitar Rp8,01 triliun. Artinya, tata kelola BUMN holding pangan ini memang sangat buruk atau istilahnya lebih besar pasak daripada tiang,” kata Defiyan saat dihubungi, Selasa (4/2/2025).
Lalu, berdasar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2021-2023 ditemukan 147 harta kekayaan (asset) yang statusnya masih belum dikelola secara penuh oleh perusahaan atau tidak dalam penguasaan manajemen, hilang atau pindah tangan senilai Rp3,32 triliun. Yang berarti, rendahnya aspek tata kelola korporasi yang baik atau Good Corporate Governanance (GCG).
“Pengelolaan harta kekayaan (asset) dari BUMN yang baru saja dua tahun dilakukan holdingnya menjadi indikasi buruknya proses perencanaan pengindukan lima eks BUMN pangan tersebut sehingga berakibat pada buruknya kinerja keuangan. Yang mana jajaran Direksi dan Komisaris tidak memiliki kemampuan manajerial dalam melakukan penyelesaian sumber permasalahan korporasi yang mengalami kinerja buruk sebelum kebijakan holdingisasi,” ucapnya.
Defiyan menyatakan dari kasus kebijakan holdingisasi yang tidak berjalan baik dan lancar malahan justru berpotensi adanya indikasi tindak pidana korupsi, maka seharusnya pemerintah melalui Kementerian BUMN dan DPR RI mengambil pelajaran berharga untuk tidak terburu-buru apalagi mendesak (urgent) dalam mengesahkan pendirian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Nusantara) sebagai super holding di bulan Februari 2025.
Potensi terjadinya penyimpangan super holding BPI Danantara atas keberadaan harta kekayaan (asset) yang berjumlah Rp9.000 triliun oleh adanya kooptasi kekuasaan pemerintahan yang terlalu dominan dan ketiadaan uji publik atas inisiatif revisi UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN tersebut.
“Keterburu-buruan dan ketidakmatangan konsepsi dalam mengambil suatu kebijakan publik, khususnya terkait holding dan super holding BUMN akan berdampak pada kinerja korporasi dalam jangka pendek serta rakyat, bangsa dan negara dalam jangka panjang. Jelas akan berpengaruh pada peta jalan (road map) swasembada pangan yang hendak disasar oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Yang membutuhkan kajian matang secara sektoral mulai dari hulu sampai ke hilir pengelolaan industrinya,” ujarnya tegas.
Ia pun mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mempertimbangkan pembatalan kebijakan pendirian BPI Danantara yang berpotensi menjadi sumber korupsi baru sebagaimana halnya yang terjadi pada kasus holdingisasi ID FOOD yang merugikan BUMN. Selain itu, pengaruhnya juga adalah pada kesiapan manajemen keuangan ID FOOD dalam melayani program prioritas makan bergizi gratis yang akan mengganggu kinerja visi-misi Asta Cita. Hal inilah yang juga terjadi pada kasus kebijakan sektor minyak bumi dan gas (migas) ketika Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengambil keputusan mendadak terkait posisi pengecer yang dapat dijadikan sub pangkalan agen elpiji 3kg membuat gaduh ditengah masyarakat.
“Tata kelola yang buruk ini jelas akan berpengaruh pada peta jalan (road map) swasembada pangan yang hendak disasar oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Pengaruhnya adalah pada kesiapan keuangan ID FOOD dalam melayani program prioritas makan bergizi gratis,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa