KedaiPena.Com- Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai bahwa sangat mungkin jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil PDI Perjuangan (PDIP) dari tangan sang Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Hal tersebut disampaikan oleh Dedi begitu ia disapa menanggapi klaim dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebut bahwa Presiden Jokowi ingin mengambil alih kursi Ketum PDIP dari tangan Megawati Soekarnoputri.
“Setelah memahami apa yang dilakukan Jokowi dengan kekuasaannya, maka mengambil alih PDIP juga sangat mungkin, soal bisa atau tidak, itu bergantung internal PDIP, apakah mereka solid atau tidak,” kata Dedi, Rabu,(3/4/2024).
Dedi memandang, bahwa masuk dan majunya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo di Pilpres 2024 menjadi bukti populer dari kemungkinan Jokowi mengambil alih PDIP.
“Masuknya Gibran ke bursa cawapres sebagai bukti paling populer, halangan apapun jika Jokowi berkehendak ia akan mengupayakan dengan segala cara,” ungkap Dedi.
Dedi melanjutkan, alasan Jokowi mengambil alih PDIP juga didasari lantaran partai besutan Megawati itu akan menjadi kekuatan besar oposisi.
Dedi yakin, Jokowi ingin memastikan dukungan kemenangan Prabowo-Gibran dengan mengambil alih PDIP.
“Semua yang berurusan dengan Jokowi, banyak yang tidak perlu dikaitkan dengan Demokrasi, karena Jokowi lebih banyak tidak mengikuti norma demokrasi kita,” pungkas dia.
Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
mengembuskan isu terkait Jokowi akan mengambil alih kursi Ketum PDIP di acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024) malam kemarin. Hasto awalnya bicara Jokowi telah melakukan abuse of power.
“Jadi abuse of power sama. TNI Polri juga banyak saksi yang menyatakan. kemudian kendaraan politik dulu adalah Golkar, sekarang gagasan suatu koalisi besar permanen, rencana pengambil alihan Golkar dan PDIP,” ujar Hasto.
Hasto mengatakan dalam kabinet Jokowi, ada menteri powerful dan menteri super powerful. Namun, yang mendapat tugas untuk menjembatani pengambilalihan kursi Ketum PDIP ialah menteri powerful.
“Jauh sebelum pemilu, 5-6 bulan, ada seorang menteri powerful, ada yang super powerful dan powerful, supaya nggak salah image,” ujarnya.
Laporan: Muhammad Lutfi