KedaiPena.Com –Â Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam resmi mendaftarkan gugatan uji materiil PP No. 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP 23 No. 23 Tahun 2010 yang mencakup Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 dan Permen ESDM No. 6 Tahun 2017.
Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam Dr. Ahmad Redi menjelaskan, gugatan tersebut berisi ketentuan tentang dibolehkannya Pemegang IUP Operasi Produksi melakukan penjualan ke luar negeri tanpa melakukan pemurnian di dalam negeri.
“Itu merupakan pelanggaran terhadap Pasal 102 dan Pasal 103 UU Minerba karena menurut UU Minerba hasil tambang mineral harus dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebelum dijual ke luar negeri,” jelas dia di Jakarta, Minggu (2/4).
Selain itu, kata dia, gugatan juga mencakup pemberian izin ekspor terhadap mineral yang belum dilakukan pengolahan dan pemurnian yang bertentangan dengan UU Minerba karena berisi pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan ekspor paling lama 5 tahun.
“Pengaturan tentang pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam bentuk Peraturan Menteri merupakan pelanggaran terhadap UU Minerba dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” jabar dia.
“Padahal jika sesuai dengan UU Minerba dan UU 12/2011, pengaturan mengenai pengolahan dan pemurnian mineral hanya dapat dilakukan dalam bentuk PP dan tidak bisa disubdelegasikan lagi kepada Permen,” tambah dia.
Ditambakan dia, perubahan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi (Pasal 17 angka 2 Permen 5/2017) bertentangan dengan UU Minerba.
Karena perubahan Kontrak Karya menjadi IUPK hanyalah “akal-akalanâ€Â Pemerintah agar pemegang Kontrak Karya masih dapat melakukan ekspor mineral mentah dan menghindari Pasal 170 UU Minerba yang mewajibkan pemurnian di dalam negeri.
“IUPK yang diatur dalam Permen ESDM tidak seperti yang dimaksud oleh UU Minerba yang diberikan di Wilayah Pencadangan Negara (WPN) yang dijadikan Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK) dengan persetujuan DPR RI,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh