KedaiPena.Com – Ada beberapa perubahan yang akan diajukan dalam RUU Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.
Dalam dokumen yang diterima KedaiPena.Com dari sumber KemenkumHAM dijelaskan, akan ada 10 pasal baru, 9 pasal perubahan dan satu pasal bakal diihapus.
Ada perluasan pengaturan ketentuan pidana terutama kepemilikan, pendistribusian, dan perdagangan senjata yang
digunakan untuk tindak pidana terorisme dan bahan potensial untuk dijadikan sebagai bahan peledak atau komponen senjata. Hal ini diatur dalam Pasal 10 A.
Masih dalam dokumen itu, dalam perubahan UU ini akan ada perubahan substansi. Khususnya soal perluasan pengaturan perekrutan menjadi anggota organisasi teroris, dalam Pasal 12A ayat 2. Lalu mengadakan hubungan kerja sama dengan organisasi terorisme dalam Pasal 12A.
Kemudian soal pelatihan militer dan paramiliter dalam Pasal 12B. Lalu soal ujaran kebencian (ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan yang dapat mendorong perbuatan atau tindakan kekerasan atau anarkisme atau tindakan yang merugikan individu atau kelompok tertentu yang mengarah pada Tindak Pidana Terorisme dalam Pasal 13A.
Hal lain yang juga dibahas adalah pemberatan sanksi pidana. Penegasan terhadap anak sebagai pelaku dalam tindak pidana terorisme diberlakukan ketentuan undang-undang mengenai sistem peradilan pidana anak. Ini diatur pada pasal 16A.
Pelaku yang melibatkan anak dalam tindak pidana terorisme (pidana pokok ditambah setengah) dari pidana yang
diancamkan). Ini diatur pada pasal 16A.
Pemberian sanksi pidana tambahan berupa pencabutan paspor dan hilangnya kewarganegaraan terkait Tindak Pidana Terorisme pada Pasal 12B ayat 4, ayat 5, dan Ayat 6.
Kewenangan untuk mencabut paspor dan kewarganegaraan menjadi kewenangan Menteri Hukum dan HAM.
Soal lain yang juga menjadi materi adalah perubahan atas hukum acara. Akan ada penambahan masa penahanan untuk penangkapan dan penuntutan. Ini diatur pada Pasal 25.
Pemeriksaan saksi dalam proses penyidikan, penuntuan, dan pemeriksaan pengadilan dapat menggunakan sarana komunikasi jarak jauh diatur pada Pasal 32 dan Pasal 34A.
Pemberian perlindungan terhadap petugas penegakan hukum tindak pidana terorisme, pada Pasal 33.
Pengaturan Hukum Acara Tindak Pidana Terorisme diberlakukan juga terhadap proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pengadilan untuk tindak pidana pendanaan terorisme, secara mutatis dan mutandis.
Selain itu, dalam dokumen tersebut juga disebutkan soal kebijakan dan strategi nasional pemberantasan terorisme. Termasuk soal pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, penyiapan kesiapsiagaan nasional dan kerjasama internasional. Dalam hal deradikalisasi dari pra sampai pasca pidana juga menjadi fokus. Pelaku dapat ditempatkan tertentu.
(Prw/Oskar)