KedaiPena.Com- Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR RI menyampaikan sejumlah catatan kritis terkait Rancangan Undang-Undang Tentang Ibu kota Negara (RUU IKN). FPD DPR sendiri menerima RUU IKN untuk disahkan menjadi Undang-undang (UU).
Anggota Pansus RUU IKN Muslim mengatakan, jika pada prinsipnya catatan kritis FPD DPR RI terkait RUU IKN ini berdasarkan pernyataan Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
SBY, kata Muslim, menyebut jika membangun Ibu kota hakikatnya adalah membangun kehidupan, membangun sistem, bukan sekedar membangun infrastruktur fisik.
“Memindahkan Ibu kota tidak hanya sekedar ruang kerja. Namun, juga memindahkan ruang hidup banyak orang. Karena itu, harus benar-benar cermat dan disiapkan dengan matang segala sesuatunya,’’ kata Legislator asal Aceh ini saat rapat pansus RUU IKN, ditulis Selasa, (18/1/2022).
Dalam konteks ini, kata Muslim, FPD menegaskan, pemindahan Ibu kota milik rakyat Indonesia. Muslim menegaskan, pemindahan ibu kota negara bukan hanya milik Pemerintah, DPR dan DPD RI saja.
Oleh karena itu, lanjut Muslim, proses pemindahan ibu kota negara ini tidak cukup hanya dengan membuat Undang-undang (UU). Namun, harus dipahami sebagai proses teknokratis dan politis sebagai agenda bersama seluruh komponen bangsa.
‘’Karena itulah, kami memberikan sejumlah catatan kritis. Misalnya, soal waktu. Kami memandang, tidak perlu terburu-buru. Sempurnakan konsep dan persiapannya, mencakup seluruh aspek pemindahan IKN, termasuk perbaikan rencana induk yang menjadi acuan proyek prioritas nasional ini secara lebih serius,’’ kata Muslim.
Catatan berikutnya, lanjut Muslim, terkait lingkungan. Menurut FPD, pemindahan ini berkonsekuensi pada kemungkinan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang terus menerus dan praktis akan mempengaruhi fungsi ekologis jangka panjang.
“Pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan (environmental sustainable development) perlu dilakukan dengan melibatkan kearifan lokal masyarakat setempat/ adat melalui pengakuan hak-hak konstitusionalnya yang sebaiknya tercantum dalam RUU ini, pelestarian lingkungan, mitigasi bencana, dan pola konsumsi ramah lingkungan,’’ tambah Muslim.
FPD juga menilai, kajian terkait keamanan dan pertahanan dilakukan secara komprehensif. Padahal, ancaman keamanan dan pertahanan terhadap IKN tidak bisa dianggap enteng.
‘’Hal ini perlu mendapat perhatian dan diantisipasi. Karena dilihat dari posisi IKN di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) II dan choke point atau titik sempit dunia; maka IKN akan mudah diserang dari arah utara. Lokasi IKN juga mendekati Flight Information Region (FIR) milik negara tetangga, seperti Malaysia, dan Filipina serta dikelilingi oleh aliansi-aliansi pertahanan, seperti FPDA The Five Power Defence Arrangements Malaysia, Aliansi AUKUS (Australia, UK, USA), dan terdampak dari One Belt One Road atau OBOR BRI China. Ini semua berpotensi menjadi pintu baru ancaman pertahanan dan gangguan keamanan IKN,’’ demikian catatan FPD.
FPD juga mengingatkan, pelibatan banyak pihak asing dalam blue print pembangunan IKN nantinya juga perlu diantisipasi. Karena berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap keamanan dan pertahanan IKN ke depan.
Tak kalah penting, tegas Muslim, masalah pendanaan. FPD menyarankan, pemerintah mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kondisi fiskal dan kemampuan APBN.
Muslim menegaskan, hal ini sebagai proyek prioritas strategis nasional, pemindahan IKN membutuhkan sumber daya pembiayaan anggaran yang besar.
‘’Dalam perencanaannya, anggaran pemindahan dan pembangunan IKN senilai Rp. 466,98 Triliun yang sebagian besar akan menggunakan pembiayaan APBN dan sisanya dibiayai melalui skema KPBU dan swasta. Dilihat dari besarannya, beban APBN dalam proyek ini sangat tidak rasional apalagi jika dilihat dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun ke depan, terlebih dalam kondisi perekonomian nasional yang kurang mendukung dan masih terdampak pandemi Covid-19. Nilai tersebut tentu memberikan tambahan tekanan pembiayaan APBN kedepannya,” papar Muslim.
Dalam hal ini pula, FPD meminta pemerintah menentukan skala prioritas terkait pengelolaan keuangan negara. Apalagi per akhir Desember 2021, utang pemerintah sudah menembus Rp6.908,87 Triliun; dan penerimaan negara dari sektor pajak yang diukur dari tax ratio-nya justru semakin menurun.
‘’Jangan lupa pula masalah psikologi-sosialnya. Pemerintah perlu mengkaji dan mencermati, sejauh mana manfaat langsung yang dapat dirasakan masyarakat sebagai bagian dari opportunity IKN baru. Jangan sampai pembangunan IKN baru tidak berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,’’ tutur Muslim lagi.
FPD mengingatkan, agar proses pembangunan IKN mengedepankan prinsip akuntabilitas dan transparansi sesuai prosedur dan dapat dipertanggungjawabkan.
Hal ini, tambah dia dimaksudkan agar pembangunan IKN baru dapat berjalan dan kemudian digunakan sesuai fungsinya.
‘’Jangan sampai pembangunan yang dipaksakan kemudian malah membuat pembangunan IKN terbengkalai, tidak sesuai dengan rencana, dan gagal, karena akan ada konsekuensi cost ekonomi dan sosial yang sangat mahal.’’
Diketahui, rencana pemindahan Ibukota Negara sebenarnya sudah lama diwacanakan. Bahkan sejak sejak pemerintah Hindia Belanda, ketika wacana bergulir mulai dari pemindahan Ibukota ke Surabaya, Jawa Barat dan Palangkaraya,” pungkas Muslim.
Rencananya ini juga muncul pada periode pemerintahan Presiden Soekarno hingga periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada masa pemerintahan Presiden SBY telah dibentuk Tim Khusus untuk mengkaji dan menelaah pemindahan Ibu Kota Negara.
Berdasarkan hasil kajian selama 2,5 tahun; terdapat 3 (tiga) skenario pemindahan Ibu Kota Negara, yakni: 1) Tetap mempertahankan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dan dilakukan pembenahan terhadap semua permasalahan; 2) Memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta ke lokasi baru yang tetap berada di pulau Jawa; dan 3) Memindahkan Ibu Kota Negara dan pusat pemerintahan ke lokasi baru di luar pulau Jawa.
Laporan: Muhammad Hafidh