KedaiPena.Com – Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa (FKP2B) menilai Rancangan Undang-undang Haluan Ideolog Pancasila (HIP) yang kemudian berubah menjadi RUU BPIP telah melanggar prinsip pembentukan norma hukum yang baik.
Demikian disampaikan oleh Sekjen FKP2B Syafril Sjofyan saat menanggapi RUU yang sempat menjadi polemik pembahasanya di tengah pandemi Corona atau COVID-19.
“Karena telah melanggar asas “kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan,” kata dia dalam keterangan, Kamis, (10/9/2020).
Dengan demikian, lanjut dia, dalam hal penjabaran Pancasila kemudian diatur dalam suatu UU, hal itu justru telah mendegradasi Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi.
“RUU BPIP sungguh telah melecehkan nalar dan logika hukum yang sangat elementer,” tegas dia.
Dalam RUU BPIP, kata dia, dikatakan bahwa tugas lembaga tersebut membantu Presiden, tetapi di dalam rincian tugas dan penyelenggaraan fungsinya ternyata jangkauan kegiatan dan produknya sangat menyeluruh.
Mulai dari merumuskan arah kebijakan sampai memberikan rekomendasi kepada, antara lain, lembaga negara (jadi termasuk MPR), pemerintahan daerah, organisasi sosi politik, dan elemen masyarakat lainnya.
“Dengan memperhatikan dan mencermati tugas dan fungsi BPIP yang disebutkan di dalam RUU BPIP ( pasal 7 dan 8) sudah bisa dibayangkan bahwa kewenangannya sangatlah besar. Kebijakan dan rekomendasinya atas nama Pancasila akan menjadi sangat ampuh karena penolakan terhadapnya akan berarti anti Pancasila,” papar dia.
Syafril menegaskan, badan yang berada di bawah kendali Presiden ini akan menjadi personifikasi Pancasila, super body yang dapat digunakan untuk menghabisi lawan- lawan politik atau siapa pun yang tidak sejalan dengan Pemerintah.
“Pancasila akan menjadi alat untuk menjustifikasi kekuasaan tanpa batas dari Presiden,” tutur dia.
Syafril melanjutkan, jika mengacu UU No. 17 Tahun 2014 di dalam Pasal 5 nya menyatakan MPR bertugas, antara lain untuk memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Apabila di dalam kegiatan pemasyarakatan Pancasila ini memang dianggap perlu suatu lembaga yang lebih operatif yang akan diperankan di tataran teknis, lembaga tersebut semestinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada MPR, dengan tugas dan kewenangan di tataran teknis, tidak sampai merumuskan arah kebijakan dan hal-hal lain yang bersifat mendasar yang merupakan kewenangan MPR yang tidak boleh didelegasikan,” tegas dia.
Syfril menegaskan, upaya ini termasuk penyesatan, pengacauan, atau makar ideologi harus segera diakhiri dengan menolak RUU BPIP dan membubarkan BPIP karena keberadaannya tidaklah diperlukan.
“Bahkan bisa menjadi ancaman yang sangat membahayakan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” tandas Syafril.
Laporan: Muhammad Lutfi