KedaiPena.Com – Pemilihan umum serentak tanggal 17 April 2019 akan segera berlangsung. Nasib bangsa tergantung dari penyelenggaraan secara jurdil dan tidak berpihak.
“Dalam hiruk pikuk kampanye yang semakin tajam dan mengiris, muncul kekhawatiran bahwa pemilu tidak menyatukan namun malah membelah,” kata perwakilan Forum Demokrasi Gema 77-78, Ir. Indra Adil di Jakarta, belum lama ini.
Gema 77-78 merupakan aktivis gerakan mahasiswa tahun 1977/1978 yang berasal dari Bandung, Bogor dan Jakarta.
Kekhawatiran ini semakin menguat, jika penyelenggaraan pemilu abai terhadap prinsip bersih, jurdil dan tidak berpihak.
“Kita semua berharap kekhawatiran tersebut tidak terjadi, dan hanya ada satu jalan untuk itu yakni memastikan bahwa rakyat menerima hasil pemilu dengan baik,” sambung dia.
“Merasa sangat terpanggil untuk menyampaikan sejumlah pemikiran yang menurut kami besar pengaruhnya terhadap legitimasi hasil pemilu,” lanjutnya.
Sementara itu, Casablanca Working Group (CWG) Dr. Musfihin Dahlan mengurai masalah dan solusi pada pemilu 2019. CWG sendiri merupakan sebuah lembaga pemikir.
“Pertama, penayangan penghitungan secara elektronik KPU tidak produktif. Sebaliknya hal tersebut telah menimbulkan spekulasi, kecurigaan dan perpecahan di kalangan masyarakat,” tegas Mustifin.
Padahal, imbuhnya, sebetulnya penghitungan secara elektronik tidak esensial. Menurut undang-undang penghitungan resmi KPU didasarkan kepada proses penghitungan secara manual.
“Saran kami penghitungan elektronik KPU hendaknya tidak tayang sampai dengan penghitungan manual selesai dilakukan. Hal ini akan mengurangi spekulasi dan konflik yang tidak diperlukan,” ia menyarankan.
Kedua, penghitungan suara pilpres hendaknya didahulukan. Dalam pemilu serentak 2019 ini nyaris perbincangan publik diwarnai sepenuhnya oleh pilpres saja. Pemilih hampir tidak pernah membincangkan pileg.
“Kenyataan ini menunjukkan bahwa pilpres memperoleh posisi yang istimewa di mata publik. Sementara itu kita mengetahui bahwa proses rekapitulasi penghitungan suara di KPU sangat memakan waktu. Kami khawatir bila rakyat akan lelah dan merasa diabaikan bila mereka terlalu lama menunggu rekapitulasi pilpres. Dalam kondisi itu kerentanan akan muncul dan konflik mudah terjadi,” papar Mustafin.
Saran Mustafin, penghitungan suara untuk pilpres didahulukan, diberi kesempatan pertama. Dengan demikian ketegangan akan mencair, sehingga petugas KPPS bisa lebih tenang menjalankan tugasnya.
Kemudian, soal penerapan Sistem Noken di Papua yang jangan menciderai secara artifisial prinsip pemilihan langsung. Prinsip tersebut ditekankan dalam pasal 22E UUD 1945, bahwa suara pemilih tidak bisa diwakilkan namun harus diberikan secara langsung.
“Walau begitu Mahkamah Konstitusi menyadari bahwa prinsip tersebut tidak bisa diterapkan secara mutlak, ada suatu keadaan dimana individu dianggap tidak mampu memberikan suara secara langsung sehingga harus melalui perwakilan. Pengecualian itu diberikan oleh Mahkamah Konstitusi ketika menerima penerapan Sistem Noken di Papua yang pada dasarnya adalah perwakilan suara, pada pilpres 2014,” jelasnya.
Namun muncul pertanyaan apakah di suatu TPS dimungkinkan pemilihan anggota legislatif secara langsung, sementara memilih presiden dengan Sistem Noken? Bila hal tersebut terjadi akan muncul kerancuan tentang “apakah kedaulatan diterapkan kepada subjek manusianya atau kepada objek pilihannya”? Kerancuan ini akan memicu keresahan dan konflik.
“Saran kami, KPU secara terbuka dan dari jauh hari menetapkan status TPS apakah menerapkan Sistem Pemilihan Langsung atau Sistem Noken. Jangan dimungkinkan adanya TPS dengan sistem pemilihan campuran,” Mustafin menambahkan.
Terakhir adalah penyimpanan kotak suara sebelum sidang pleno PPK. Pada saat ini telah muncul kekhawatiran masyarakat bahwa aparat kepolisian telah bertindak secara tidak netral. Kekhawatiran ini memunculkan gagasan agar kotak suara disimpan di Koramil setempat. Gagasan ini muncul dengan anggapan bahwa TNI AD masih netral. Namun perubahan ini menuntut banyak sekali penyesuaian, misalnya ruang penyimpanan yang sulit dipenuhi dalam waktu dekat.
“Saran kami KPU melibatkan TNI AD dalam pengawalan kotak suara yang disimpan di PPK. Hal ini kami kira tidak akan terlalu menyusahkan,” ia menyarankan.
“Demikian dapat kami sampaikan. Harapan kami KPU bisa menerimanya dengan baik. Tidak ada keinginan kami yang lain kecuali agar pemilihan umum bulan depan bisa terlaksana dengan lancar, damai, riang-gembira dan berkualitas. Dalam semua harapan itu KPU memiliki peran yang sangat menentukan,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi