KedaiPena.Com – Organisasi Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri secara resmi didirikan pada 16 Mei 1964 di Bandung. Wanadri merupakan organisasi pencinta alam tertua di Indonesia dan telah melakukan banyak kegiatan seperti, pendakian dan penjelajahan gunung, hutan, sungai dan lautan.
Selain aktif di penjelajahan, Wanadri juga aktif dalam berbagai kegiatan ‘Search and Rescue’ (SAR) seperti pencarian korban pesawat hilang, tsunami, gempa bumi, longsor, banjir dan lain sebagainya.
Wanadri sendiri dibentuk oleh sejumlah kelompok mahasiswa di Bandung, yang pada mulanya kebingungan mencari nama untuk kelompoknya agar tidak menunjukan sebutan kedaerahan.
Namun, tiba-tiba mendapatkan inspirasi, setelah salah satu pendiri, Harry Hardiman Soebari yang kala itu merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran memberikan satu buku yang berjudul ‘Padalangan di Pasoendan’ karangan A. Soelman.
“Pak Soebari kala itu menyarankan kepada para pemuda-pemuda pengagas Wanadri untuk mencari istilah dari buku itu. Buku itu memang berupa daftar istilah pedalangan Sunda,” ujar Ketua Umum Wanadri, Angga Kusuma saat Bandung berbincang dengan KedaiPena.com, ditulis Senin (26/12).
“Dan tiba pada hal 196, bagian W, maka terlihatlah oleh Kang Harry Hardiman Soebari, sebuah istilah Wanadri yaitu ‘Goenoeng Tengah Leuweung’,” tambah dia.
Sejak kala itu, lanjut Angga sapaannya, pendiri-pendiri awal Wanadri yang digagas Harry Hardiman Soebari, Ronny Nurzaman, Bambang Pramono dan Satria Widjaja Som memproklamirkan nama kelompoknya, Wanadri yang berarti ‘gunung di tengah hutan’. Dan, kemudian berubah menjadi Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri, seiring berjalannya waktu
“Syarat untuk seseorang menjadi anggota Wanadri, pertama adalah mengkuti pendidikan dasar Wanadri atau sering di singkat PDW, kemudian setelah itu menjadi anggota muda Wanadri (AMW),” terang Angga.
“Setelah itu, melakukan magang, pendidikan, perjalanan kecil, sekolah manajemen ekspedisi dan melakukan ekspedisi,” sambung dia.
Angga melanjutkan, Wanadri sendiri juga sudah banyak melakukan ekspedisi baik di dalam maupun di luar negeri. Ini merupakan bentuk bakti dan abdi terhadap negeri tercinta.
Saat ditanya, bagaimana tanggapannya terkait banyaknya pendaki gunung atau penggiat alam bebas yang celaka saat melakukan kegiatan olahraga ekstrem, Angga sangat menyangkan hal itu.
“Pada dasarnya lingkungan pendakian, dalam hal ini gunung sudah mengandung bahaya. Jadi kalau memang tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya tersebut, maka resiko pun akan lebih besar bagi pelaku (pendaki),” pungkas dia.
Laporan: Mohammad Ibnu Abbas