KedaiPena.Com – Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyebut, jika saat ini masih banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) disebabkan lantaran kondisi yang memang berada dalam garis kemiskinan.
Hal tersebut disampaikan Anis sapaanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Pajak dengan topik bahasan Evaluasi dan Capaian Kinerja Tahun 2021 dan Rencana Kerja Tahun 2022 yang digelar kemarin. Salah satu capaian yang disampaikan Dirjen Pajak, yaitu tentang Penerimaan Pajak tahun 2021 yang mencapai 103,9% Target APBN atau Tumbuh 19,2%.
Anis turut menyampaikan, kondisi masyarakat extreme poor, moderate poor dan vulnerable sewaktu-waktu bisa turun menjadi poor jika di total jumlahnya mencapai 70%.
“Artinya hanya 30% masyarakat yang bisa dituntut membayar pajak. Melihat dari sisi makro, kita memiliki tugas besar untuk mensejahterakan masyarakat sehingga mereka tidak lagi dalam kondisi extreme poor atau moderate poor atau vulnerable, sehingga mereka berpotensi untuk menjadi wajib pajak,” urainya, Selasa, (25/1/2022).
“Jika kesejahteraan masyarakat meningkat, maka akan turut berdampak sangat signifikan pada penerimaan pajak,” tambah dia.
Sedangka hak kedua, ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini mengingatkan, pemerintah tak terlalu euforia realisasi penerimaan yang melebihi target di tahun 2021.
Pasalnya, kata Anis, pemerintah harus waspada karena kenaikan harga komoditas tak dipungkiri menjadi hal yang sedang menguntungkan posisi Indonesia saat ini.
Namun, lanjut Anis, masih banyak yang harus dilihat dan dipertimbangkan. Bukan hanya pencapaian target karena sementara memang ada beberapa kondisi yang saling terkait.
“Apalagi saat ini pemerintah juga menghadapi tekanan pembiayaan utang dimana beban bunganya masih menjadi ancaman fiskal,” ungkap Anis.
Ketiga, Anis berharap, bahwa 2022 ini dapat menjadi tahun awal kebangkitan ekonomi dan kondisi pandemi Covid-19 diharapkan segera berakhir.
Dalam situasi yang belum menentu, kata Anis, pemerintah sempat memberikan statement ada potensi peningkatan keterpaparan virus Covid-19 di bulan Maret atau April 2022.
“Hal ini menjadi peringatan untuk kita semua agar bisa mengantisipasi jika hal itu terjadi,” katanya.
Anis juga menyoroti, program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Ia berharap, Dirjen Pajak bisa menggarap dan memiliki target PPS yang lebih jelas di tahun 2022 sehingga penerimaan pajak semakin baik.
Walau demikian ia tetap mengingatkan bahwa program pengampunan dengan nama dan dalam bentuk apapun, baik dilakukan secara sukarela ataupun tidak, jelas mencederai prinsip keadilan.
“Jangan sampai muncul pemikiran dari wajib pajak apabila ada pengampunan jilid satu, jilid dua, dan akan ada lagi jilid selanjutnya dimasa mendatang,” ujarnya.
Anis menambahkan, pemerintah harus bekerja keras mencapai target penerimaan di tengah tekanan pembiayaan utang.
Anis mengingatkan, pemerintah jarus juga diwaspadai volatilitas nilai tukar dan kenaikan suku bunga di tahun 2022 yang akan membuat porsi pembayaran bunga utang terhadap penerimaan pajak semakin melebar.
Terakhir, politisi senior PKS ini mengingatkan kepada pemerintah terutama Dirjen Pajak untuk tetap konsisten tidak membebankan PPN terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan dan dikonsumsi oleh rakyat banyak.
“Juga atas jasa kesehatan medis, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan jasa lainnya,” jelas Anis..
Ia mengingatkan agar pemerintah konsisten lantaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, barang dan jasa tersebut menjadi barang dan jasa kena pajak.
Namun, tegas Anis, semua itu tidak dipungut/dibebaskan dari pengenaan pajak sebagian atau seluruhnya yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
“Hal ini tentu dapat membuka ruang bagi Pemerintah untuk melakukan pengenaan tarif atas barang dan jasa tersebut,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh