KedaiPena.Com – Politikus partai Gerindra Heri Gunawan menilai kebijakan yang dikeluarkan oleh tim ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama ini belum mempunyai arah yang jelas.
Pernyataan Heri begitu ia disapa didasari oleh prediksi sejumlah kalangan terkait pertumbuhan ekonomi RI yang akan nyungsep di tahun 2019 ini.
Prediksi tersebut salah satunya datang dari Begawan Ekonomi Rizal Ramli yang memprediksi pertumbuhan ekonomi yang akan nyungsep diangka 4,5 persen sepanjang 2019.
“Kebijakan ekonomi pemerintah (tim ekonomi)selama ini kurang fokus. Setidaknya, beberapa catatan kebijakan yang mengindikasikan kesalahan arah tersebut,” ujar Heri kepada KedaiPena.Com, Rabu (21/8/2019).
Anggota Komisi XI DPR RI ini memaparkan sejumlah catatan yang mengindikasikan kesalahan arah dari kebijakan yang dikeluarkan oleh tim ekonomi Jokowi.
“Selama ini ekspor masih didominasi mineral (batu bara) dan agrikultur (sawit), kalau mau pertumbuhan ekonomi kita tinggi, kita harus kembali ke sektor yang produktivitasnya tinggi, yakni manufaktur dan sektor jasa modern,” tegas Heri.
“Pemerintah juga harus segera memperbaiki kinerja sektor industri. tingkatkan konsumsi, dan mencari potensi pasar ekspor nontradisional,” sambung Ketua DPP Partai Gerindra ini.
Legislator asal Sukabumi, Jawa Barat ini menambahkan kebijakan tim ekonomi selama ini juga kerap menimbulkan crowding out effect sehingga pemerintah dan korporasi kerap berebut dalam menghimpun dana.
“Kecenderungannya, sektor swasta tidak kebagian lantaran pemerintah menguasai sekitar 85 persen total obligasi di pasar,” jelas Heri.
Hal itu pula, lanjut Heri, berakibat sektor swasta berkurang sumber dananya. Sehingga sektor swasta yang diharapkan menjadi agen di sektor rill menjadi tidak bisa melakukan ekspansi bisnis.
“Itu yang menjadi salah satu hambatan pertumbuhan ekonomi tidak bisa lebih dari 5 persen,” tutur Heri.
Heri mengungkapkan pemerintah juga belum mengeluarkan insentif fiskal yang berdampak langsung kepada konsumsi, misalnya potongan pajak (tax cut).
“Pelonggaran fiskal yang selama ini diberikan oleh pemerintah dinilai kurang memberikan dampak langsung kepada konsumsi,” imbuh Heri.
Heri melanjutakan pemerintah juga dinilai abai terhadap investasi pada industri manufaktur karena terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur.
Padahal, kata Heri, pertumbuhan infrastruktur saat ini memiliki tingkat korelasi yang rendah terhadap pertumbuhan industri.
“Ini tercermin dari pertumbuhan industri yang belum maksimal. Pertumbuhan sektor industri ini masih lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama sebesar 5,17 persen,” jelas Heri.
Heri menegaskan, masalah regulasi dan kelembagaan juga menjadi isu yang paling penting untuk dibenahi dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke depan.
“Masalah regulasi di Indonesia sering kali masih restriktif dan sangat mahal, sehingga membuat investor segan berinvestasi,” ungkap Heri.
Belum lagi, lanjut Heri, penyelesaian masalah defisit transaksi berjalan atau CAD yang jika tidak bisa dibenahi akan turut berimbas pada pertumbuhan ekonomi.
“Pertumbuhan ekonomi 2019 diprediksi bisa melambat ke 4,8% pada tahun ini dan 4,6% pada 2020 bila persoalan CAD tidak bisa diselesaikan,” pungkas Heri.
Laporan: Muhammad Hafidh