KedaiPena.Com – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih mengatakan, Indonesia jangan tabu terhadap impor, dengan catatan kebijakan tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan rantai produksi.
Menurut politisi senior Partai Golkar yang biasa dipanggil Demer tersebut, ada dua hal yang melandasi kebijakan impor baja. Yang pertama adalah isu pasokan dan yang kedua adalah isu keberpihakan pemerintah.
Isu pasokan, lanjut Demer, terkait dengan investasi Blast Furnace di Krakatau Steel yang gagal berproduksi. Hal ini menyebabkan kurangnya suplai pasok baja dalam negeri.
Karena kondisi tersebut, impor baja adalah salah satu jalan tidak terhentinya rantai produksi industri hilir seperti: otomotif, alat rumah tangga, konstruksi dan Industri turunan baja lainnya.
Sementara dilihat dari keberpihakan pemerintah, kebijakan impor baja adalah untuk memastikan ketersediaan pasokan mengikuti naiknya permintaan didalam negeri seiring pemulihan ekonomi secara nasional.
Sebagai informasi, ujar Anggota DPR dari dapil Bali tersebut, kapasitas produksi baja nasional masih lebih rendah ketimbang kapasitas sektor industri penggunanya.
Namun Komisi VI DPR tetap akan menggunakan fungsi pengawasan untuk memastikan agar produksi baja nasional dilindungi dan diutamakan penyerapannya terlebih dahulu.
“Jadi anggapan adanya serbuan impor baja yang membangkrutkan industri baja nasional dianggap tidak tepat,” kata dia di Jakarta, Rabu (8/12/2021).
Pernyataan Wakil Ketua Komisi VI sebagai respon dari pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI Kamis (2/12/2021) di beberapa media yang mengatakan bahwa Krakatau Steel akan bangkrut pada 31 Desember 2021 ini jika tidak melakukan sejumlah langkah-langkah yang disampaikan oleh menteri BUMN.
Pernyataan tersebut mengundang banyak reaksi dan berdampak buruk terhadap harga saham KRAS. Dua hari berturut-turut dari tanggal 6-7 Desember 2021 harga saham KRAS anjlok 12,92 persen.
Terkait dengan langkah Menteri BUMN Erick Thohir yang akan menindaklanjuti secara hukum jika ada indikasi korupsi di Krakatau Steel, Demer menyatakan, Komisi VI akan terus memberikan dukungan politik untuk mewujudkan kemandirian industri baja nasional dan sisi lain terus berupaya untuk memastikan pasokan kebutuhan baja untuk industri nasional agar tetap tersedia.
“Namun jangan politisasi isu impor baja yang justeru berdampak negatif terhadap industri dan perekonomian nasional,” sambung dia.
Sebelumnya (6/5/2021) Gabungan Importir Nasional (GINSI) menyatakan, pasokan komoditi produk besi, baja dan turunannya (BjLAS) dari China di awal tahun sampai tengah tahun 2020 terhenti, akibat Pandemi Virus Corona (Covid-19). BjLAS banyak digunakan sebagai bahan baku rangka atap baja ringan dan genteng metal, disamping juga digunakan pada sektor lain seperti otomotif dan elektronika. Dampaknya, kebutuhan baja nasional dari China sepanjang tahun lalu menurun drastis dan pasokan hanya berasal dari negara lain, seperti Vietnam, Korea, dan Jepang.
Namun, seiring mulai membaiknya perekonomian global termasuk di dalam negeri dengan tetap berjalannya aktivitas infrastruktur di berbagai wilayah, GINSI mencatat bahwa importasi produk BjLAS karbon pada periode Januari – Maret 2021 justru mengalami kenaikan 180% yakni dari 28.696 ton menjadi 80.371 ton jika periode yang sama 2020. jika menggunakan benchmark 2019 (kondisi normal), impor BjLAS paduan Januri-Maret 2021 justru mengalami penurunan 47% (dari 167.501 ton menjadi 89.076 ton) dibandingkan Januari-Maret 2019.
Kenaikan importasi 2021 disebabkan naiknya permintaan didalam negeri seiring pemulihan ekonomi secara nasional, sementara disisi lain kapasitas produksi baja nasional masih lebih rendah ketimbang kapasitas sektor industri penggunanya. GINSI menyatakan, realisasi impor produk baja dan turunannya yang berada pada kelompok Harmonized Commodity Description and Coding System atau HS 72 dan 73, sepanjang tahun 2020 pada periode bulan Januari sampai Maret untuk HS 72 secara agregat mengalami penurunan sebesar -14,76% dibandingkan realisasi impor pada periode yang sama pada tahun 2019.
Dimana realisasi impor untuk tahun 2020 pada periode Januari-Maret sebesar 3.541.043,14 ton, sedangkan realisasi impor untuk tahun 2019 pada periode Januari-Maret sebesar 4.154.153,01 ton. Adapun realisasi impor produk baja dan turunannya yang berada pada kelompok HS 72 dan 73, sepanjang tahun 2021 pada periode bulan Januari sampai Maret untuk HS 72 secara agregat mengalami penurunan sebesar -7,49% dibandingkan realisasi impor pada periode yang sama pada tahun 2020.
Catatan GINSI untuk realisasi impor tahun 2021 pada periode Januari-Maret 2021 sebesar 3.275.983,20 ton, sedangkan realisasi impor untuk tahun 2020 pada periode Januari-Maret sebesar 3.541.043,14 ton. Namun Pada HS 72 sepanjang periode Januari-Maret 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, ada beberapa HS yang mengalami kenaikan realisasi impor yang signifikan, yakni ada sekitar 20 HS.
Laporan: Muhammad Lutfi