KedaiPena.Com – Komisi Kejaksaan (Komjak) mengaku akan tetap memantau, mencermati dan mempelajari ada tidaknya pelanggaran dalam proses penuntutan perkara teror penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Meskipun hingga saat ini belum menerima laporan resmi terkait dugaan pelanggaran Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara teror penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
“Tapi KKRI (Komisi Kejaksaan RI) tetap melakukan pemantauan untuk mencermati, mempelajari ada atau tidaknya dugaan pelanggaran pada aspek kinerja, SOP, kode etik hingga peraturan perundang-undangan dalam proses penuntutan a quo,” ujar dia, Senin, (15/6//2020).
Diketahui, JPU hanya menuntut setahun pidana penjara terhadap dua anggota Brimob Polri, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Jaksa meyakini kedua terdakwa peneror Novel Baswedan itu terbukti bersalah sesuai dakwaan subsider, yakni Pasal 353 ayat 2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara untuk dakwaan primer yakni Pasal 355 ayat (1) KUHP diyakini Jaksa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Jaksa menyebut perbuatan terdakwa tidak memenuhi unsur ‘dengan perencanaan terlebih dahulu’.
Menurut jaksa kedua terdakwa hanya bermaksud memberi pelajaran dan tidak berniat menyiramkan air keras ke mata Novel.
Ringannya tuntutan terhadap dua terdakwa peneror Novel mendapat kritik dari berbagai kalangan. Salah satunya nantan Pimpinan KPK, Laode M. Syarif. Ia menilai tuntutan ringan tersebut tak masuk akal.
Laode pun membandingkan kasus teror penyiraman air keras yang dialami Novel dengan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Habib Bahar bin Smith terhadap dua remaja.
Menurutnya, tuntutan terhadap dua peneror Novel Baswedan jauh lebih ringan ketimbang tuntutan terhadap Bahar bin Smith yang dituntut 6 tahun penjara atas penganiayaan terhadap Cahya Abdul Jabar dan Khoirul Aumam. Majelis Hakim kemudian memutus Bahar bin Smith dengan hukuman 3 tahun penjara.
Laporan: Muhammad Hafidh