Artikel ini ditulis oleh Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik.
Jokowi makin berat melangkah, karena setiap hari banyak yang mengalunginya belenggu. Denny Inderayana, mengalungkan setidaknya sembilan belenggu.
Pertama, Denny mengalungkan belenggu dengan narasi Jokowi dan lingkaran dalamnya mempertimbangkan opsi untuk menunda pemilu, sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden.
Kedua, lalu belenggu ide untuk mengubah konstitusi guna memungkinkan Presiden Jokowi menjabat lebih dari dua periode.
Ketiga, belenggu Jokowi menguasai dan menggunakan KPK untuk merangkul kawan dan memukul lawan politik.
Keempat, belenggu menggunakan dan memanfaatkan kasus hukum sebagai political branding yang memaksa arah parpol dalam pembentukan koalisi pilpres.
Kelima, belenggu menyandera petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia beresiko dicopot dari posisinya.
Keenam, belenggu menyiapkan komposisi hakim Mahkamah Konstitusi untuk antisipasi dan memenangkan sengketa hasil Pilpres 2024.
Ketujuh, belenggu memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto.
Kedelapan, belenggu membuka opsi mentersangkakan Anies Baswedan di KPK.
Kesembilan, belenggu mengambil alih Partai Demokrat melalui langkah politik yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Strategi politik yang dibongkar Denny Inderayana ini jelas menjadi belenggu yang memberatkan langkah politik Jokowi. Denny memantik kesadaran rakyat dan para politisi, yang menstimulus agar menjadikan Jokowi sebagai Common Enemy.
Belenggu paling berat bagi Jokowi adalah belenggu ijazah palsu. Apalagi, setelah Pengadilan Tinggi Semarang menganulir pasal kabar bohong soal ijazah palsu Jokowi. Belenggu ijazah palsu ini makin memberatkan langkah Jokowi.
Terakhir, SBY menambah belenggu itu. SBY menulis buku dengan judul “Pilpres 2024 dan Cawe-cawe Presiden Jokowi”. Buku ini, jelas menjadi belenggu dan menambah berat langkah Jokowi. Bahkan, buku ini bisa saja memicu kaki Jokowi keram, terpeleset dan jatuh dari kursi kekuasaannya.
Sebenarnya, belenggu itu bukan dari Denny Inderayana, bukan dari SBY atau Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur. Belenggu-belenggu itu, berasal dari kelakuan Jokowi sendiri.
[***]