KALANGAN oposisi bukan merongrong Kedaulatan NKRI. Malah lebih nasionalis. Nonblok tanpa menjadi poros-poros. Tidak menjadi antek Timur dan Barat. Jadi antek Cina Komunis bukannya malah merongrong Kedaulatan NKRI.
Tatkala Dr. Rizal Ramli mengungkapkan pikirannya di ILC TV One, jangan jadi antek Cina, ini sesuai amanah UUD 45. Indonesia negara merdeka berdaulat dengan politik luar negeri bebas dan aktif.
Tapi Rizal Ramli di-‘bully’ oleh ‘BuzzerRp’ dengan kata-kata kasar, sampah serta rasis. Susie Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan membela RR.
Tidak kurang Adhie Massardi, Jubir Presiden RI ke 4 Gusdur juga balik menyerang. Bahwa mereka yang menyatakan Rizal Ramli rasis adalah antek Cina Komunis.
Kalau sola rasisme, ada baiknya melihat kasus aktivis HAM Natalius Pigai yang kritis. Ia disebut oleh pemilik akun FB berinisial YW yang diduga pendukung Jokowi dan satu partai besar menggunakan kata monyet dan gorilla. Kalau ini jelas sipemilik akun tersebut rasis.
Jika diamati dari beberapa pemberitaan dan sosial media, saya setuju dengan pernyataan Pigai bahwa era Jokowi telah melahirkan masyarakat rasialis, tergambarkan dari narasi para ‘BuzzerRp’ yang diarahkan oleh pembina dan penulis-penulis yang mereka namakan penulis Seword.
Secara cerdik dan licik mereka membalikkan kondisi. Tokoh kritis ataupun oposan dianggap merongrong kedaulatan NKRI. Kata-kata seragam seperti intoleransi, radiakalis, rasis, anti NKRI dan sebaginya mereka lekatkan kepada tokoh dan penulis yang mengkritisi kekuasaan.
Mereka pakai istilah lama partai komunis yang menyebut kadrun kepada anti komunis. Sekarang mereka gunakan istilah tersebut kepada setiap tokoh dan penulis yang mengkritisi kekuasaan.
Dari diskusi dengan para aktivis melalui Zoom menyimpulkan bahwa mereka dibayar berlaku seperti itu, konon semakin viral tulisan cacian dan makian mereka kepada tokoh yang kritis via FB, Twitter, IG dan Youtube semakin besar bonusnya, bahkan dobel mereka juga dapat bonus sebagai Youtuber.
Tanpa sadar atau mungkin sadar kerjaan mereka justru memecah belah bangsa. Berbagai topik yang memungkinkan terpecahnya bangsa mereka viralkan. Mereka sulut sebagai bahan bakar buat melakukan “perang”.
Seperti masalah penutupan lapo tuak di suatu kecamatan di Sumut, mereka viralkan tambahan narasi yang memanaskan. Dalam kondisi pandemi Covid-19 setiap topik mereka gunakan sebagai amunisi adu domba.
Mengenai terapi plasma konvalesen mereka adu TNI/RSPAD dengan IDI, dan mereka nista sebagai dokter kadrun. Kerjaan mereka memang melakukan cara penjajah yakni devide et empera, adu domba. Ini dipastikan ada yang membuat skenario. Supaya bangsa ini selalu terpecah dan belah.
Justru kelakukan mereka merongrong kedaulatan NKRI. Bahkan melemahkan persatuan bangsa dan negara. Sangat berbahaya. Di situlah kepentingan bangsa lain bisa merasuk masuk mengatur Bangsa Indonesia.
Indonesia jadi tidak berdaulat. Hanya boneka negara lain. Bahwa mereka sebenarnya yang rasis dan penjilat kekuasaan, mereka “menganggap diri paling NKRI”, justru mereka lebih condong berpihak dan tidak menganut UUD 45.
Mereka berpihak dan memuja Cina Komunis. Apa yang disampaikan oleh jubir era Gusdur AMM adalah sangat tepat mereka adalah antek Cina Komunis. Istilah saya mereka adalah penghianat bangsa.
Seperti diketahui skenario dengan tuduhan narasi radikalis dan intoleransi yang ditujukan kepada kalangan mayoritas terutama Islam adalah skenario memecah belah. Melemahkan kekuatan bangsa.
Mereka membelah dan melemahkan kalangan mayoritas. Tentunya dengan tujuan bangsa Indonesia bisa jadi Negara terlemah yang bisa diatur oleh bangsa lain. Padahal sepanjang sejarah berdirinya NKRI, negara ini dimerdekakan oleh perjuangan dan darah kalangan mayoritas.
Masak mau menghancurkan bangsanya sendiri. Dalam sejarah nya Indonesia di akui dunia bahwa kalangan mayoritas di Indonesia sangat moderat dan toleran. Tidak seperti di Cina, India, Burma dan sebagainya, di mana minoritas tertindas dengan berbagai cara.
Ada pemikiran adanya perang seperti yang mereka inginkan, jadi bisa ketahuan siapa yang penghianat bangsa dan penjilat, siapa yang nasionalis sejati. Toh setelah perang seperti di Vietnam negaranya melesat maju.
Mereka berhasil memfilter yang benar cinta Tanah air. Malah rakyat Vietnam punya keberanian mengusir TKA Cina, bahkan ada yang berujung maut. Sekadar diskusi bolehlah.
Berharap agar BNPT yang dinakhodai Boy Rafli lebih peka siapa sebenarnya jadi teroris yang menyandera NKRI. Begitu juga Kapolri harus segera menertibkan anasir bangsa yang menghasut dan memecah belah bangsa. Karena itu amat membahayakan.
Bukannya kasus Said Didu yang mengkritisi Pejabat yang harus dijadikan kasus. Begitu juga Menhankam Prabowo harus pula melakukan penertiban bahwa musuh negara bukan saja ancaman dari luar tetapi juga dari dalam tubuh bangsa sendiri.
Oleh Syafril Sjofyan, pengamat Kebijakan Publik, aktivis pergerakan 77-78