Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pembelajar Sejarah.
Tahun 1931 Bung Hatta mendirikan Partai Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI Baru, dengan mengedepankan “pendidikan” sebagai azas pergerakan dan melibatkan kaum intelektual.
Partai ini menerbitkan majalah Daulat Ra’jat sebagai pers organisasi yang menjadi wadah pemikiran para kader, masyarakat umum, dan menjadi ajang dialektika pemikiran bagi kaum intelektual.
Kenapa “pendidikan” dan kaum intelek dilibatkan dalam partai politik? Karena Bung Hatta percaya, ilmu pengetahuan (science) menuntun masa depan.
Menurutnya, hal ini dibutuhkan untuk menciptakan atmosfer intelektual dan teknokratik di dalam partai untuk membangun masterplan besar bagi kemajuan bangsa.
Orang Belanda dapat menjajah ratusan tahun juga menggunakan science berupa ilmu-bantu, yaitu Indologi dan Orientalisme dengan tokoh intelektualnya seperti Snouck Hurgronje, dan Melchior Treub, ahli botani penganjur komoditas pangan-ekspor dengan laboratoriumnya yang terkenal, Kebun Raya Bogor.
Dengan ilmu-bantu itu Belanda membangun wilayah koloni secara ilmiah.
Bagaimana rezim hari ini? Yang digunakan bukan science melainkan buzzerRp, yang menurut mendiang tokoh nasional Rizal Ramli bertujuan untuk mengembangkan voodoo logics .
Logika voodoo adalah ilusi palsu, seperti tenung sihir “dukun-dukun” yang menebarkan propaganda menyesatkan melalui armada buzzerRp yang dipelihara dan dibiayai kekuasaan.
Daya rusak buzzerRp ini didukung influencerRp dengan biaya rezim.
“Science diabaikan. Pemerintah malah kepincut sama dukun-dukun voodoo,” tandas Dr Rizal Ramli semasa hidup.
[***]