KedaiPena.Com – Baru- baru ini masyarakat dikejutkan dengan hasil survei dari Asian Development Bank (ADB) yang melaporkan 30 juta pelaku UMKM Indonesia bangkrut imbas Covid-19 selama tahun 2020.
Selaras dengan hal itu, saat ini kondisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Februari 2021 adalah sebesar US$422,6 miliar atau menyentuh sekitar Rp6.169,96 triliun. Hal ini pun memicu respon negatif dari banyak pihak.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berharap, agar pemerintah MK dapat melakukan perpanjangan restrukturisasi pinjaman UMKM hingga akhir tahun 2021.
“Bahkan yang ultra mikro perlu dihapuskan secara bertahap sesuai dengan fakta di lapangan dan kriteria tertentu,” kata Tauhid sapaanya, kepada wartawan, Minggu, (18/4/2021).
Sedangkan untuk utang luar negeri, Tauhid meminta, agar pemerintah dapat berhati-hati terutama dengan strategi front loading yang ditetapkan. Hal ini lantaran anggaran SILPA tahun 2020 sebesar Rp 234 triliun.
“Karena kita terlalu cepat ambil utang melalui obligasi namun belanjanya justru kedodoran. Jadi masalah spending juga harus diperbaiki dan jangan nafsu cepat melakukan front loading sebelum ada kepastian bagaimana bisa membelanjakannya dengan cepat,” papar Tauhid.
Tauhid pun menjelaskan, jika tidak cepat diatasi, maka proses pemulihan ekonomi akan semakin lama dari target pemerintah. Bahkan, kata dia, Indonesia akan semakin sulit keluar dari middle income trap.
“Karena syaratnya adalah pertumbuhan ekonomi rata-rata 6-7 % dan fondasinya adalah UMKM,” papar Tauhid.
Tauhid menambahkan, untuk utang yang terlalu besar tanpa kemampuan membayar memadai dengan tax ratio, 9 %, maka juga hanya akan membebani generasi berikutnya.
“Terlebih lagi dengan cicilan pokok dan bunga yang dibayar juga besar. Maturitynya akan semakin pendek dan ini resikonya semakin tinggi dalam periode mendatang,” tandas Tauhid.
Laporan: Muhammad Hafidh