KedaiPena.Com- Ahli Oseanografi Terapan Pusat Riset Kelautan, Dr.-Ing. Widodo Setiyo Pranowo mengatakan, jika anomali arus pada suatu perairan berpotensi untuk menyebabkan gangguan alat transportasi laut yang sedang berlayar atau berlabuh di perairan tersebut.
Widodo Setiyo Pranowo pun menduga, jika anomali arus inilah yang menyebabkan KMP Yunicee tenggelam di Selat Bali.
“Secara umum, arus laut itu dibangkitkan oleh kopling antara hembusan angin dan pasang surut. Pada laut yang terbuka lebar, hembusan angin akan dominan. Tapi pada laut yang sempit, maka fenomena pasang surut lah yang lebih dominan dalam menimbulkan arus yang berbeda dengan kondisi normal,” kata Widodo, saat dihubungi, Rabu (30/6/2021).
Ia menjelaskan, jika dalam suatu kondisi surut yang unik, dimana terjadi selisih tingkat elevasi muka laut yang lebih tinggi, maka aliran dari perairan yang elevasinya tinggi ke yang rendah akan menyebabkan terjadinya arus kencang.
“Berdasarkan data model pasang surut, terlihat pada 29 Juni 2021, pukul 19.20 WITA, kondisi ketinggian muka laut di Laut Bali lebih tinggi dibandingkan perairan di rute feri Ketapang Gilimanuk,” papar dia.
Elevasi Laut Bali yang juga lebih tinggi dibandingkan Samudera Hindia, menyebabkan terjadinya aliran volume massa air yang besar dari Laut Bali ke Samudera Hindia.
“Sehingga terjadi penumpukan energi yang menyebabkan arus menjadi kencang di selat tersebut,” ucapnya lagi.
Dalam keadaan normal, yakni pada bulan-bulan Juni hingga Agustus, secara umum angin dari Benua Australia yakni dari arah Tenggara bergerak menuju ke arah barat-laut yakni menuju ke pesisir selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara.
“Kalau normal, gelombang yang dibangkitkan oleh angin masuk dari Samudera Hindia ke Selat Bali menuju ke perairan rute Feri Ketapang-Gilimanuk. Artinya jika kondisi normal maka arus juga akan menuju ke utara di rute Feri tersebut,” tutur Widodo.
Jika melihat pada kasus KMP Yunicee, arus bergerak menuju ke selatan-tenggara dengan kecepatan 1 meter per detik. Diperkirakan saat kapal hendak merapat ke pelabuhan, kapal menurunkan kecepatan lalu kapal terpapar arus kencang.
“Diduga, tiba-tiba ada arus kencang dari arah utara, menghantam lambung kapal. Karena kecepatan kapal tadi diturunkan maka gaya penyeimbangnya jadi terganggu, kemudian jadi oleng lalu miring. Beban di atas kapal jadi bergeser semua ke posisi miring, sehingga semakin miring lalu terbalik dan tenggelam,” tuturnya.
Terkait potensi tenggelamnya KMP Yunicee oleh gelombang, Widodo menyebutkan berdasarkan data BMKG OFS tidak terpantau adanya gelombang yang tinggi.
“Kalau dilihat, warnanya biru. Artinya tinggi gelombang hanya antara 0 sampai 0,5 meter. Tidak sampai 3 meter,” pungkasnya.
Laporan: Natasha