Artikel ini ditulis oleh Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Energi.
Jangan jangan BBM subsidi dan LPG subsidi malah diperdagangkan sebagai BBM dan LPG non subsidi, akibat sistemnya bocor, jebol, baik sengaja maupun tidak sengaja. Semua ini harus direview oleh pihak independen demi penyelamatan APBN dari rongrongan semacam ini.
Program Pengelolaan Subsidi dilaksanakan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran guna memberikan manfaat yang optimal bagi pengentasan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masyarakat. (UU APBN 2025)
UU APBN mengamanatkan agar subsidi BBM dan LPG 3 kg disalurkan tepat sasaran. Ini maksudnya agar APBN tidak sekarat, agar tidak ada permainan kuota BBM dan LPG subsidi. Agar tidak terjadi kasus BBM illegal dimasyarakat. Namun yang terjadi sebaliknya. Kuota BBM dan LPG subsidi malah menjadi bancakan, sehingga kuota selalu jebol.
Sebaliknya BBM dan LPG non subsidi penjualanya terus merosot. Padahal peningkatan Penjualan BBM dan LPG Non subsidi adalah ukuran utama, paling penting untuk mengukur kinerja BUMN Pertamina, khususnya Pertamina Patra Niaga (PPN) sebagai pihak yang diberi penugasan oleh negara dalam menyalurkan BBM dan LPG subsidi. Peningkatan penjualan BBM dan LPG non subsidi Ini adalah indikator paling penting untuk menilai Key Performance Indicator (KPI) PPN.
Mengapa demikian? Karena untuk membuat laris BBM subsidi tidak memerlukan ide ide cemerlang, tidak memerlukan kajian kajian, tidak memerlukan strategi strategi. Kalau bahasa awamnya, bahasa kampung, gak perlu sekolah, cukup minta kouta ke pemerintah, lalu salurkan maka sudah pasti laris.
Sementara pemerintah sudah menjerit jerit, minta BBM subsidi dan LPG subsidi 3 kg dikendalikan, dibatasi konsumsinya, disalurkan kepada yang berhak saja. Anehnya pihak yang ditugasakan menyalurkan BBM dan LPG subsidi kurang dapat mendegar jeritan pemerintah. Barangkali tutup kuping, cari mudahnya saja, yang penting BBM dan LPG subsidi tidak langka di lapangan. Bagaimana mau langka? pendapatan dan keuntungan para pebisnis yang ikut dalam membisniskan BBM dan LPG subsidi sangat menggiurkan dan melimpah ruah.
Tidak efektifnya PPN dalam bisnis BBM dan LPG non subsidi terbukti kasat mata. Tahun 2023, PT Pertamina melaporkan penurunan penjualan solar non subsidi. Menurut data dari PT Pertamina, penjualan solar non-subsidi untuk industri turun hingga 11 persen. Sementara penjualan LPG non subsidi juga menurun significant. Menurut data Pertamina distribusi LPG non subsidi 150,000 tons, jumlah yang sangat kecil sekali dibandingkan penjualan LPG secara keseluruhan. Ini kurang dari 2 persen dari total LPG yang dijual.
Data di atas menunjukkan adanya kegagalan dalam berbagai sisi, mulai dari kegagalan agenda transisi energi karena yang dijual ini BBM kotor atau bahan bakar kotor. Juga kegagalan dalam pengendalian subsidi sebagai agenda utama dalam penyelamatan APBN. Ini dapat disebut sebagai kegagalan sistemik semua aspek dalam diskursus swasembada energi.
Idealnya peningkatan penjualan BBM dan LPG non subsidi menjadi indikator penting keberhasilan PPN. Sebaliknya jika penjualan BBM dan LPG subsidi menurun maka PPN kehilangan portofolio yang baik. Sehingga harus dievaluasi secara menyeluruh.
[***]