KedaiPena.Com – Sejumlah jenderal dari TNI dan Polri turun di Pilkada Serentak 2018 di beberapa daerah. Umumnya mereka akan diusung menjadi bakal calon gubernur atau wakil gubernur.
Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago menilai ada kegagalan sistem kaderisasi partai politik dengan mengusung para jenderal TNI/Polri ini untuk turun di pilkada. Karena ketidakmampuan otoritas sipil untuk memerintah secara efektif.
“Ada tren partai mengambil jalan pintas yaitu mencoba menarik jenderal ke gelanggang politik, terkesan partai tak percaya diri mengusung kadernya sendiri. Ambisi bintang TNI-Polri di pilkada semakin menguat akhir-akhir ini di saat partai gagal melakukan kaderisasi,†kata Pangi dalam keterangannya kepada Redaksi, Minggu (7/1/2018).
Kemudian, lanjut Pangi, dengan kembali turunnya para Jenderal ke kancah politik praktis, maka muncul fenomena ‘split ticket voting’ yaitu parpol lebih menonjolkan kandidat (figur) dibandingkan dengan kader partai sendiri.
Tidak hanya itu, tegas dia, partai politik ke depannya akan memprioritaskan figur eksternal atau melakukan ‘outsourcing’ politik dengan mengusung jenderal TNI dan Polri ketimbang mengusung kader dari rahim parpol itu sendiri.
“Seharusnya jauh lebih baik partai politik memberikan ‘boarding pass’ pada kadernya dibandingkan kader eksternal. Dialetika meritokrasi menjadi rusak, kenapa tak memajukan kader sendiri yang kualitasnya tak perlu diragukan lagi,” imbuh dia.
Direktur Eksekutif Vixpol Center Research dan Consulting ini menuturkan, bahwa keputusan tersebut juga terkait dengan masa depan partai itu sendiri. Dengan demikian, kata dia, maka wajar menguat fenomena deparpolisasi karena ulah partai itu sendiri yang tak menghormati kadernya.
“Ada konsekuensi logis dari keputusan mengambil atau mengusung calon kepala daerah yang bukan kader partai. Pertama, tentu lebih sangat sulit mengontrol dan mengawasi kepala daerah eksternal yang bukan kadernya dibandingkan kader partai. Kedua, tentu lebih besar potensi kutu loncat atau lompat pagar kader eksternal,” tandas Pangi.
Laporan: Muhammad Hafidh