KedaiPena.Com – Maraknya hakim yang terjerat kasus rasuah menunjukkan lemahnya pengawasan internal dan eksternal. Demikian disampaikan Direktur Puskapsi Universitas Negeri Jember, Bayu Dwi Anggono.
“Karena kejadian antarsatu OTT (Operasi Tangkap Tangan) dengan yang lainnya, terjadi dalam waktu yang berdekatan,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Kamis (26/10).
Dia pun mengkritisi pola pengawasan Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA). Pasalnya, tak mampu menemukan modus-modus baru dalam tindak pidana korupsi.
“Padahal, korupsi ini ibarat perkembangan zaman, selalu punya model baru. Tapi, KY maupun Bawas MA, belum bisa menemukan modus-modus itu,” cetusnya.
Kata Bayu, toleransi MA atas pelanggaran etik, dari ringan sampai berat juga menjadi penyebab lain. Akibatnya, masih ada hakim yang memperjualbelikan putusan perkara.
Mereka pun merasa memiliki imunitas dan timbul perasaan nyaman. “Karena ketika teman-temannya melakukan pelanggaran etik, MA masih memberikan toleransi, tidak digubris,” bebernya.
Maraknya hakim yang terjerat OTT, menurutnya, juga menunjukkan belum menimbulkan efek jera. Mereka beranggapan seakan-akan sedang sial kala kena OTT. “Sehingga, peristiwa ini terus berulang,” tandas Bayu.