KedaiPena.Com – Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dikhawatirkan tidak akan efektif. Hal tersebut terlihat dari banyak sekali gabungan materi dari draft Rancangan Undang -Undang (RUU) KUP tersebut.
Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qodratullah dalam kegiatan webinar F-PAN DPR-RI dengan tema ‘RUU KUP dan Upaya Penataan Perpajakan Berkeadilan‘, Selasa (24/8/2021).
“Undang-undang pajak normal berisi ketentuan tentang tata cara untuk mewujudkan UU pajak materil, kalau kita melihat dari draft yang ada ini banyak sekali gabungan- gabungan dari materi, kekhawatiran efektifitas UU ini juga. Saya khawatir tidak efektif,” kata Najib sapaanya.
Sebagai contoh, kata Najib sapaanya, mengenai penegakkan dan terkait masalah kerugian negara saat ini yang saat ini dikelola oleh BPK RI tidak Dirjen Pajak. Hal ini pun, tegas Najib, kerap menjadi sebuah polemik.
“Agar tidak menjadi tumpang tindih, apalagi nanti pengaturan tentang bahwa kita tahu bersama pajak ini kan hukumnya lebih bersifat secara administrasi tidak lebih pada pidana. Kemudian tumpang tindih ini berlanjut sering kali penetapan hukuman ini pun tumpang tindih,” tambahnya.
Hal lain yang perlu disoroti di RUU KUP, kata Najib, diantaranya terkait insentif dan disinsentif.
Pasalnya, beberapa waktu lalu pemerintah memberikan insentif perpajakan dibidang PPnBM disaat daya beli masyarakat sedang mengalami penurunan.
Najib menegaskan, hal ini pun menjadi pertanyaan dari beberapa kalangan, terkait seberapa efektif dalam meningkatkan penerimaan negara.
“Disatu sisi daya beli memang sedang rendah, kemudian kita memberikan insentif pada sektor yang menurut sebagian orang menyakiti perasaan masyarakat, karena di situasi sulit justru kendaraan bermotor dalam hal ini mobil diberikan insentif disaat masyarakat sebagian sedang kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya,” katanya.
Najib pun mengungkapkan, kerap sekali dalam proses penyusunan undang-undang tersebut terkait teknisnya ditindaklanjuti melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang kerap mengalami perubahan mencolok.
“Apakah itu pengaturan tarif atau hal hal teknis lain, diharapkan di RUU KUP yang akan kita bahas ini pengaturan itu bisa dicantumkan dalam undang-undang kalau memang sangat teknis bisa melalui Pepres tidak melalui PMK,” imbuhnya.
“Jadi memang kaitannya dengan teknis perlu di efisiensi kan tidak semua diatur dalam RUU namun kemudian juga tidak terlalu banyak pengaturan di PMK, tetapi dalam bentuk Pepres,” sambungnya.
Ia menuturkan, di Komisi XI DPR-RI saat ini sedang ini fokus bagaimana ketentuan umum pajak tersebut lebih membahas bagaimana struktur pajak tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih.
“Agar tidak terjadi tumpang tindih yang justru efektifitas dari penguatan pajak nanti tidak bisa kita capai. Kita tahu dan paham bahwa di dalam target penerima negara dalam hal pajak sudah lebih dari 4 tahun tidak tercapai target-targetnya,” tuturnya.
Menurutnya, sudah beberapa kali melakukan pergantian Dirjen pajak, namun target-target yang telah di tetapkan tidak pernah terpenuhi. Meskipun, memang upaya untuk dapat memenuhi target itu tentu perlu pembenahan.
“Tapi tentu juga saya ingin pembenahan ini tidak menambahkan beban, beban ini yang saya lihat nanti ada beberapa hal yang akan kita sampaikan nanti di dalam pembahasan,” pungkas Politikus PAN asal Jawa Barat (Jabar) ini.
Laporan: Muhammad Lutfi