Kedaipena.Com – PDIP merespon keluhan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait dengan ketidaknetralaan BIN, TNI dan Polri pada penyelenggaran Pilkada serentak.
Komaruddin Watubun Ketua DPP Bidang Kehormatan PDI Perjuangan menegaskan bahwa era politik melodramatik SBY tersebut sudah berakhir dan ketinggalan jaman. Sebab, rakyat sudah tahu “politik agar dikasihani†model SBY tersebut.
“Publik sudah tahu, bahwa Pak SBY lebih dihantui oleh cara berpikirnya sendiri atas dasar apa yang dilakukan selama jadi Presiden,” ujar Komaruddin dalam keterangan pers yang diterima redaksi, ditulis Senin (25/6/2018).
Fungsionaris partai berlambang banteng ini pun mengingatkan, kembali bagaimana ketika Pilpres 2009, SBY membujuk komisioner KPU dengan iming-iming tertentu sehingga banyak yang dijadikan pengurus teras partainya seperti Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati.
“Siapa yang dibelakang tim Alfa, Bravo dan Delta yang dibentuk SBY, warga sipil kah? Mengapa Antasari Ketua KPK dipenjara hanya karena mau mengusut IT Pemilu? Siapa yang menggunakan dana APBN melalui bansos untuk keperluan pemilu? Siapa yang memanipulasi DPT tahun 2009?; siapa yang gunakan intelijen untuk Pilpres 2004 dan 2009?,” tanya Komaruddin.
Ia juga menilai, tajamnya serangan SBY kepada rezim pemerintahan Jokowi, bukanlah kepentingan bangsa dan negara, namun lebih kepentingan partai dan keluarganya.
SBY, dinilai Komaruddin, kecewa melihat elektabilitas rendah AHY dan Ibas yang diklaimnya sebagai keturunan Makapahit, lalu menyalahkan penggunaan alat-alat negara oleh oknum tertentu.
â€Daripada sibuk menyalahkan Pak Jokowi dan aparat negara, lebih baik Pak SBY buka-bukaan terhadap apa yang sebenarnya terjadi pada pilpres 2004 dan 2009,†ketus dia.
Dengan kondisi demikian, Komaruddin berharap, agar SBY jangan menyamakan pemerintahan Jokowi dengan pemerintahannya.
Komaruddin menegaskan, jika PDIP sudah menggunakan alat negara saat ini partainya pasti sudah menang mutlak di pilkada sebelumnya.
“Kami taat pada aturan main, dan kami percaya rakyatlah yang menjadi penentu dalam pilkada, bukan alat negara,” ujar Putra Papua tersebut.
Laporan: Ricki Sismawan