Kedaipena.com – Meluruskan polemik yang terjadi di media dan media sosial, Kepala Balai Wyata Guna Sudarsono mengungkapkan bahwa Balai Wyata Guna saat ini dalam proses revitalisasi fungsional.
Revitalisasi tersebut merupakan program nasional untuk mengoptimalkan peran balai-balai rehabilitasi sosial milik pemerintah. Tujuannya, masyarakat disabilitas diharapkan dapat diberdayakan dan berkiprah setelah mendapat pelayanan Rehabilitasi Sosial Lanjut di Balai Rehabilitasi Sosial.
Selama ini, ada kesan bahwa balai rehabilitasi sosial seperti penampungan bagi disabilitas. Padahal fungsi balai lebih dari itu, yakni diharapkan dapat mendorong kaum disabilitas berdaya sesuai dengan bidangnya.
“Balai Wyata Guna sedang ada program transformasi, perubahan status panti menjadi balai. Kita ingin balai rehabilitasi sosial ini berkontribusi secara progresif. Jadi pijakan bagi saudara-saudara kita kaum disabilitas agar dapat mengembangkan keberfungsian sosialnya dan kapabilitas sosialnya sehingga bisa berkiprah di masyarakat,” kata Kepala Balai Wyata Guna, Sudarsono di Bandung (15/1/2019).
Salah satu konsekuensi dari transformasi tersebut yaitu adanya batas waktu bagi para penerima manfaat sesuai dengan yang ketentuan. Tujuannya, agar para penerima manfaat dapat berkumpul kembali dengan keluarganya, mandiri serta berkiprah di masyarakat.
“Ini yang kita sebut dengan proses inklusi. Kita ingin, saudara-saudara kita diterima di masyarakat. Seperti yang lainnya,” jelasnya.
Kendati demikian, pemberlakuan ketentuan mengembalikan penerima manfaat kepada keluarga atau ke masyarakat, tidak dilakukan seketika. Tapi melalui proses-proses yang panjang. Selama di balai, mereka diberikan pelatihan dan layanan yang holistik, sistematis dan terstandar. Sehingga ketika kembali ke masyarakat, mereka mandiri.
“Adapun polemik yang terjadi di Wyata Guna, sebetulnya sudah diproses secara bijaksana sejak tahun 2019. Pengelola balai, bahkan telah memberikan toleransi kepada para penerima manfaat hingga bulan Juli. Dimana mereka seharusnya meninggalkan balai sejak Juni 2019,” terangnya.
Pengelola balai juga sudah secara persuasif meminta penerima manfaat untuk berinisiatif mematuhi ketentuan, sebab banyak penyandang disabilitas Sensorik Netra lainnya yang antre untuk masuk balai dan mendapatkan pelayanan.
Selain itu, pada tanggal 12 Agustus 2019, Kementrian Sosial dan Pemprov Jawa Barat juga sudah rapat untuk mencari solusi bersama. Salah satu keputusannya adalah Dinas Pendidikan Jabar berkomitmen membangun sarana pendidikan berkebutuhan khusus dengan konsep boarding school yang dilengkapi asrama.
“Dinas Sosial Provinsi Jabar juga merencanakan pembangunan panti sosial yang melayani semua penyandang disabilitas termasuk sensorik netra. Pengembangan layanan terpadu nasional ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah meningkatkan pelayanan kepada penyandang disabilitas,” tambahnya.
Pihaknya menyayangkan di tengah proses peralihan dan komunikasi dengan Pemprov tersebut, mencuat isu yang justru kontraproduktif dengan langkah-langkah pemerintah. “Kita duduk bersama, mencari solusi terbaik. Kita semua anak bangsa, tidak mungkinlah saling menegasi,” tutupnya.
Laporan: Ismed Eka