MENINGKATNYA kekerasan terhadap anak di Republik ini seolah bangsa kita sedang dicambuk, dikuliti bahkan dimutilasi. Predator anak seakan tak lagi memiliki hati nurani sehingga hukuman seberat apapun tak lagi membuatnya takut.Â
Hukum memang harus ditegakkan, namun kepekaan masyarakat juga harus ditingkatkan. Karena ketidakpekaan itulah yang seringkali kejahatan terhadap anak terjadi.
Ketidakpekaan dan kurangnya responsif orang sekitar serta ketidaksigapan orang tua juga keluarga merupakan potret nyata kehidupan masyarakat kita. Kondisi seperti itulah yang akhirnya kejahatan seksual terhadap anak terjadi. Pelakunya bukan siapa-siapa bahkan bisa dikatakan orang terdekat dari korban.Â
Kasus yang baru-baru ini menimpa seorang bocah sekolah dasar asal Beiji, Depok sangatlah menyedihkan. Korban yang pulang sekolah dijemput oleh tetangganya dengan keji mencabuli dan membunuh korban.Â
Padahal sepanjang jalan pelaku menjemput korban diketahui para tetangga. Namun, karena dirasa dekat dengan korban, tetangga tidak menaruh rasa curiga bahkan tidak menginformasikan kepada keluarga korban. Hingga akhirnya kejadian nahas pun terjadi.
Kasus diatas bukan kali pertama terjadi, sebelumnya sudah banyak kasus yang terjadi. Seperti kasus Engeline di Bali, hingga kasus kakak beradik yang terbuang akibat orang tua pengguna narkoba yang tidak peduli akan anak-anaknya. Itu semua terjadi akibat ketidakpekaan kita akan lingkungan.
Sudah saatnya kita membangun ‘benteng’ bagi anak-anak kita agar terhindar dari kejahatan Predator anak. Bukan untuk menaruh curiga terhadap siapapun orang sekitar bahkan orang terdekat yang senang akan anak-anak kita.Â
Namun, semua dilakukan untuk waspada terhadap kejahatan yang bisa kapan saja terjadi. Dengan meningkatkan kepekaan itulah maka kita dapat menciutkan nyali para predator anak.
Seperti dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari kejahatan seksual.Â
UU tersebut juga mengatur denda yang lebih berat dari semula Rp 300 juta menjadi Rp5 miliar. Bahkan, sanksi penjara yang semula 10 tahun  menjadi 15 tahun. Â
Selain itu, peran masyarakat untuk bersosialisasi meningkatkan kepekaan terhadap kejahatan anak terus dilakukan. Para orang tua, keluarga serta kerabat saling bekerja sama dengan sigap menyikapi setiap kejadian yang terjadi akan anak-anaknya.Â
Guru di sekolah pun harus bisa memantau aktivitas anak-anak muridnya dilingkungan sekolah, sehingga hal-hal yang sekiranya menyimpang dapat diwaspadai.
Oleh karena itu, sebagai bangsa yang peduli akan putera-puterinya marilah membangun ‘benteng’ melawan predator anak.
Oleh Khairul Fahmi, Jurnalis Kedai Pena‎